Ketiga, pemerintah tidak melindungi mereka yang melaksanakan tugas dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai ketentuan peraturan perundangan
Perppu ini dibagi dalam dua kelompok besar yaitu kebijakan keuangan negara yang mengatur bidang penganggaran dan pembiayaan, bidang keuangan daerah dan bidang perpajakan serta kebijakan syabilitas system keuangan yang mengatur perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sektor Keuangan, penguatan kewenangan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta pemberian pinjaman kepada LPS. Dapat terlihat bahwa Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan LPS adalah pihak yang disebutkan dalam Perppu ini.
Dalam menjalankan tugasnya tentu saja setiap pejabat terkait menjalankannya dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundangan.
Dalam Pasal 50 KUHP disebutkan bahwa "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana", sementara dalam pasal 51 ayat 1 KUHP disebutkan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Dengan demikian koridor dalam pelaksanaan Perppu ini jelas bahwa tidak boleh melanggar ketentuan perundangan.
Sehingga Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi:
“Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, Anggota Sekretariat KSSK dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Dapat dibaca bahwa ketentuan tersebut bukan merupakan kekebalan absolut karena dalam ketentuan tersebut mereka yang melaksanakan dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan, tidak termasuk dalam kaategori yang tidak dapat dituntut secara hukum.
Keempat, telah ada UU lain yang mengatur perlindungan hukum
Upaya perlindungan hukum kepada otoritas yang berwenang dalam pengambilan kebijakan sesuai undang-undang sudah tercantum juga telah tercantum dalam UU yang lain, Tercatat ada tiga UU lain selain UU KUHP sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Yang pertama adalah Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK).
Dalam Pasal 48 ayat 1 UU disebutkan bahwa kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, anggota KSSK dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, BI, OJK dan LPS tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan Undang-Undang PPSK. Hal ini untuk melindungi secara hukum kebijakan yang diambil dalam kondisi krisis yang tentu saja tidak bias disamakan dengan kondisi normal.
Yang kedua adalah UU Pengampunan Pajak atau lebih dikenal denggan Tax Amnesty.
Dalam pasal 22 UU Nomor 11 Tahun 2016 disebutkan bahwa Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun itikad baik dijelaskan apabila dalam melaksanakan tugasnya tidak untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
Yang ketiga adalah imunitas anggota DPR dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD (UU MD3). Perlindungan hukum bagi anggota DPR disebutkan dalam pasal 224 UU ayat 1 yaitu: Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Dari UU tersebut jelaslah bahwa perlindungan hukum dalam UU bukanlah hal yang baru namun sudah ada dalam UU sebelumnya.