Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balada Pemangkas Rambut Asgar di Tengah Pandemi Corona...

Kompas.com - 13/04/2020, 11:09 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Garut tidak hanya populer dengan makanan dodol atau domba adunya. Kabupaten bagian dari Jawa Barat ini juga sempat mendapat julukan sebagai kota intan dari presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Akhir tahun 1960, Soekarno mengunjungi Garut lantas menyampaikan pidato di atas Babancong.

Dalam pidatonya, Soekarno menyebut Garut sebagai kota intan. Sebutan itu diberikan karena Garut merupakan salah satu kota terbersih di Indonesia ditambah pantulan cahaya dari Sungai Cimanuk yang tampak gemerlapan seperti intan.

Seiring waktu berlalu, julukan kota intan pun pudar secara perlahan. Potret Garut kekinian tidak segermerlap beningnya air Sungai Cimanuk kala itu. Maklum, sudah tercemar limbah industri dan rumah tangga, meski secara infrastruktur kota ini lumayan berkembang pesat.

Hijauannya pengunungan dan perbukitan hanya tersisa di sebagian wilayah. Justru di sebagian daerahnya, malah langganan krisis air bersih saban tahun. Kekeringan akut di musim kemarau akibat kerusakan hutan lindung dan daerah aliran sungai oleh aktivitas ekonomi dan pertambangan yang tak ramah. Celakanya, banjir bandang terjadi manakala datang musim hujan.

Baca juga: Stasiun Garut, Kenangan Charlie Chaplin dan Pelesiran Orang Belanda

Lepas dari kenangan indah wajah Garut tempo dulu, kota yang pernah disinggahi oleh Charlie Chaplin tersebut masih berjibaku dengan banyak persolan klasik, yakni kemiskinan dan pengangguran.

Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten yang terkenal dengan dodolnya itu masih tertinggal ketimbang daerah lainnya. Sebab berada di klasmen terbawah, yakni peringkat 25 dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Merujuk data BPS 2018, jumlah pengangguran di Garut sebanyak 77.000 orang dengan rata-rata pertumbuan 10 persen per tahun dari total sebanyak 2,2 juta jiwa penduduk yang tercatat di Kementerian Dalam Negeri.

Tidak mengherankan, sebagian warga Garut memilih mengadu nasib di sejumlah kota besar di tanah air, terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Dari sekian profesi informal warga perantuan di kota-kota besar tersebut, pangkas rambut atau jasa cukur rambut bisa dibilang identik dengan Garut.

Sebagian kecil pekerjaan kaum marjinal asal Garut ini lainnya adalah berjualan buah, tukang kayu, tukang sol, dan sebagainya. Selama puluhan tahun, dari generasi ke generasi, pemangkas rambut asal Garut (Asgar) ini terus bertambah.

Dalam perjalanan panjangnya merapikan rambut jutaan kepala, beredar cerita lisan turun-temurun tentang asal-mula profesi ini di kalangan pemangkas rambut Asgar.

Secara umum, mereka mengetahui dari para pendahulunya, bahwa persebaran mereka bermula saat konflik bersenjata antara DI/TII pimpinan S.M. Kartosoewirjo dengan TNI yang meletus di daerahnya.

Baca juga: Mati Sejak Orde Baru, Rel Cibatu-Garut Kini Bisa Dilintasi Kereta Api

Untuk menghindari pertumpahan darah, mereka banyak yang mengungsi ke luar kota dan menghidupi diri dengan pelbagai pekerjaan. Nah, salah satunya menjadi tukang pangkas rambut.

Saat konflik bersenjata menghebat antara DI/TII dengan TNI, warga Banyuresmi paling banyak yang mengungsi ke sejumlah daerah di sekitar Garut. Ada yang mengungsi ke Majalaya, Kabupaten Bandung, dan bekerja sebagai pemangkas rambut, yang kemudian menyebar ke berbagai kota di Nusantara.

Ada pula yang mengemukakan versi lain. Warga Banyuresmi telah menjadi pemangkas rambut sejak zaman Jepang. Artinya, orang-orang Garut telah menekuni profesi ini sebelum berkecamuknya separatisme yang merongrong pemerintahan Soekarno.

Itu sebabnya, kenapa tukang pangkas rambut banyak dari Banyuresmi. Di perantauan, mereka mengikatkan diri dengan pelbagai perkumpulan seprofesi dan sekampung. Belakangan, beberapa organisasi pemangkas rambut Asgar terbentuk dengan jumlah anggota yang sangat besar, salah satunya Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG ).

Kini, jumlah pemangkas rambut Asgar diperkirakan mencapai 10.000-15.000 orang, yang tersebar seantero Nusantara. Itulah sekilas eksistensi seniman rambut Asgar yang sudah menjadi trademark.

Baca juga: Menaker: Akibat Corona, 150.000 Pekerja Kena PHK

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com