Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MTI: Jangan Ojol Terus yang Jadi Anak Emas

Kompas.com - 15/04/2020, 11:24 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai profesi pengemudi ojek online (ojol) atau daring bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi Covid-19.

Namun, diungkapkan Djoko, perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan terhadap pengemudi ojek daring.

Walaupun dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek bukan termasuk angkutan umum. Seyogyanya, kata dia, pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum.

"Di masa terjadinya wabah Covid-19 ini nyaris semua sendi kehidupan tak terkecuali bidang ekonomi terkena imbasnya tak terkecuali pada sektor transportasi. Jangan ojol terus yang jadi anak emas," kata Djoko dalam keterangannya, Selasa (15/4/2020).

Baca juga: Pertamina Beri Cashback 50 Persen untuk Ojol, Begini Caranya

Djoko mencontohkan, PT Pertamina mengeluarkan kebijakan yang begitu istimewa. Kebijakan itu ditujukan kepada para pelaku angkutan berbasis daring khususnya ojek online (ojol) berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

"Seyogyanya pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu," ujar dia.

Menurut Djoko, beberapa program yang hanya menyasar ojol, sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pelaku jasa angkutan lainnya, seperti misalnya angkutan kota (angkot), taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar provinsi (AKAP).

Lalu bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel, bajaj, becak motor, bentor (becak nempel motor), ojek pangkalan (opang) dan sudah pasti juga para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik.

Baca juga: Soal Ojol Bawa Penumpang, Kemenhub: Implementasinya Dikembalikan kepada Pemda

Dikatakan Djoko, para pengemudi ojek daring, yang notabene sebagai mitra, kurang diperhatikan oleh pemilik aplikator tersebut. Sehingga akhirnya pemerintah banyak turun tangan membantu pengemudi ojol.

Angkutan yang lain juga perlu diperhatikan

Menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019.

Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari 6 jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi (AKAP), mobil antar jemput antar propinsi (AJAP), bus pariwisata, angkutan sewa, angkutan alat berat, dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

"Perhatian apa yang sudah diberikan oleh pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu?" ujar Djoko.

Baca juga: Beda Aturan Luhut dan Terawan soal Ojol Bawa Penumpang

Angkutan roda tiga seperti bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya.

Sudah wilayah operasinya dibatasi, kondisi mereka semakin memburuk karena kalah bersaing dengan ojol. Kata dia, angkutan bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com