E jamu... jamune...
Badan sehat awak kuat yen diombe...
Mbakyu-mbakyu sampean mriki kulo tumbasi...
Monggo-monggo sing pait nopo sing legi...
("E Jamune", dipopularkan Waljinah)
Oleh: Kartika Nuringsih, SE, MSi
SUARA khas Waljinah saat menyanyikan lagu "E Jamune" di atas mengingatkan pada masa kejayaan jamu gendong.
Indonesia sebagai megacenter keaneragaman hayati memiliki tradisi menggunakan obat tradisional.
Kearifan lokal ini memiliki potensi dikembangkan sebagai aktivitas komersiel diantaranya jamu gendong seperti dalam lantunan lagu di atas.
Kaum wanita dari Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri dikenal gigih merantau di Jabodetabek atau kota besar di Indonesia sebagai pedagang jamu.
Sembari mempertahankan tradisi leluhur, eksistensi pedagang jamu mampu menegakkan ekonomi keluarga. Karena dijajakan dengan digendong lantas disebut jamu gendong.
Sekarang pedagang muda beralih menggunakan gerobak, sepeda, bahkan sepeda motor.
Namun, penampilan pedagang senior mempertahankan dengan mengendong bakul dari anyaman bambu berisi 7-9 botol jamu sambil membawa ember plastik ukuran kecil berisikan air untuk mencuci gelas.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan