Program Kartu Prakerja tak efisien
Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, penggunaan anggaran Rp 5,6 triliun tersebut tidak efisien. Pasalnya, besaran anggaran tidak sesuai dengan kualitas pelatihan yang diberikan secara online.
"Masalahnya banyak lembaga individu yang memberi kuliah, pelatihan, gratis. Tinggal cari di Youtube pelatihan gratis. Dosen juga ngasih kuliah gratis," ujar Tauhid ketika dihubungai beberapa waktu lalu.
Besaran anggaran tersebut pun setara dengan alokasi anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada APBN 2019 yang sebesar Rp 5,27 triliun, meski tahun ini besaran anggaran tersebut telah menyusut jadi Rp 3,19 triliun.
"Dan kita nggak membayangkan, biaya pemberdayaan desa itu untuk masyarakat desa yang dimanfaatkan secara riil face to face. Sayang sekali uang dimanfaatkan untuk itu padahal orang bisa berpartisipasi secara gratis," lanjut Tauhid.
Selain itu, Tauhid menilai besaran insentif Rp 150.000 yang diberikan pemerintah untuk tiga kali survei paska pelaksanaan kartu prakerja kepada setiap peserta berlebihan.
Menurut dia, dengan total anggaran Rp 840 miliar survei yang dilakukan tidak akan berjalan secara efisien. Sebab, dengan anggaran sebesar itu survei dilakukan secara online.
Pemberian insentif untuk survei juga dinilai mengurangi obyektifitas peserta program Kartu Prakerja.
"Survei resmi lain kan tidak dibatar kalaupun ada ngasih gift. Karena tidak merasa ditekan. Ini yang menurut saya penting. Karnea memang di tengah situasi kekurangan anggaran, defisit dinaikan lebih dari 3 persen, ada model program yang jauh dari harapan," ujar dia.
Baca juga: Ini Alasan Ekonom Bhima Yudhistira Tantang Debat Stafsus Jokowi Soal Kartu Prakerja
Pelatihan Kartu Prakerja tak relevan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat 198 lembaga dari delapan mitra platform digital yang akan menyediakan pelatihan secara digital kepada peserta program kartu prakerja. Jumlah pelatihannya sendiri mencapai 2.055 jenis.
"Jenis pelatihan beragam, ada banyak pilihan bagi 200.000 peserta pertama yang lolos pada gelombang pertama," ucap dia.
Sebagai informasi, pemerintah menggandeng delapan mitra yang mayoritas startup sebagai platform penyedia jasa pelatihan, yaitu Ruangguru, Maubelajarapa, Sekolah.mu, Tokopedia, dan Bukalapak. Selain itu ada juga Pintaria, Kemenaker, dan Pijar Mahir.
Namun demikian, berbagai pelatihan yang diberikan dinilai kurang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja yang saat ini sedang terdisrupsi. Selain itu, harga setiap pelatihan juga dinilai cukup mahal ketika di sisi lain banyak pelatihan gratis yang tersedia melalui internet.
"Jenis pelatihan yang diberikan umumnya soft skill seperti bagaimana memulai bisnis warung kopi, make up, bagaimana cara agar lulus CPNS, ini dengan sektor yang terdampak tidak relevan," ujar Tauhid.
Baca juga: Profil Ruangguru, Perusahaan Milik Stafsus Jokowi di Kartu Prakerja yang Jadi Kontroversi