JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan menggunakan skema pembatasan lalu lintas dalam pelaksanaan aturan larangan mudik Lebaran 2020. Melalui skema ini, pemerintah melarang angkutan umum dan kendaraan pribadi untuk keluar dan masuk zona merah.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, pelarangan mudik berlaku untuk wilayah Jabodetabek dan wilayah-wilayah yang sudah ditetapkan untuk diberlakukan pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) dan juga wilayah yang masuk zona merah virus corona.
Baca juga: Nekat Mudik, Ini Sanksi Paling Ringan hingga yang Terberat
Larangan mudik ini nantinya tidak memperbolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk dari dan ke wilayah khususnya Jabodetabek. Namun masih memperbolehkan arus lalu lintas orang di dalam Jabodetabek (aglomerasi).
Transportasi massal di dalam Jabodetabek seperti KRL juga tidak akan ditutup atau dihentikan operasionalnya, dengan pertimbangan untuk mempermudah masyarakat yang tetap bekerja khususnya tenaga kesehatan, cleaning service rumah sakit, dan sebagainya.
“Pelarangan dimulai pada 24 April 2020 secara bertahap, bertingkat dan berkelanjutan, dan mulai diberlakukan sanksi secara penuh pada 7 Mei 2020. Pelarangan mudik akan diberlakukan sampai dengan tanggal 2 Syawal 1441 H, dan dapat menyesuaikan dengan memperhatikan dinamika perkembangan Pandemi Covid-19," tutur Adita dalam keterangan tertulis, Rabu (22/4/2020).
Lebih lanjut Adita menegaskan, dengan memilih skenario pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar masuk wilayah, pemerintah tidak akan melakukan penutupan jalan.
Baca juga: Fakta-fakta Larangan Mudik, Diterapkan 24 April hingga Tak Boleh Keluar Zona Merah
"Hal tersebut dilakukan karena yang dilarang untuk melintas adalah angkutan yang membawa penumpang saja, sementara angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi," ujarnya.
Saat ini, Kementerian Perhubungan masih menyusun Peraturan Menteri Perhunbungan sebagai payung hukum pelaksanaan pelarangan mudik.
"Kementerian Perhubungan akan segera menyiapkan Permenhub yang mengatur pelarangan mudik termasuk sanksinya apabila melanggar aturan,” ucap Adita.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melarang mudik, dengan mempertimbangankan hasil survei Badan Litbang Perhubungan (Balitbanghub) yang menyebutkan bahwa masih ada sebanyak 24 persen masyarakat yang menyatakan tetap ingin mudik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.