Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Covid-19 Berpotensi Naikkan Utang RI, Ini Kata BI

Kompas.com - 22/04/2020, 17:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) baru-baru ini merevisi outlook RI menjadi negatif dari stabil dan mempertahankan sovereign credit rating atas utang Indonesia pada BBB/A-2.

Ini sejalan dengan kekhawatiran utang bakal meningkat lantaran pemerintah harus menangani penyebaran virus corona (Covid-19).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, revisi outlook dari positif menjadi negatif merupakan faktor risiko eksternal dan fiskal yang berkaitan dengan utang luar negeri (ULN) dan beban utang dari sisi pemerintah.

Baca juga: S&P Revisi Outlook Peringkat Utang RI Jadi Negatif

Namun, menurut Perry mengacu pada data terkini ULN, utang Indonesia masih dalam kondisi aman, terkendali dan produktif.

Pasalnya, pembiayaan dalam bentuk ULN baik utang pemerintah maupun bank harus melalui persetujuan DPR terlebih dahulu.

"Kalau bicara terkendali, kita harus paham. Ada ULN pemerintah yang berkaitan dengan defisit fiskal, dalam kondisi normal selalu melalui persetujuan DPR. Dengan demikian, tingkat kenaikan defisit fiskal dan pembiayaan dalam bentuk ULN juga melalui persetujuan dari DPR. Kalau bank melalui persetujuan BI," ujar Perry, Rabu (22/4/2020).

Sementara swasta, pembiayaan melalui ULN memiliki peraturan tertentu. Pihak swasta mesti menerapkan manajemen risiko secara pruden, yaitu kewajiban hedging dan kewajiban untuk minimum rating.

Baca juga: Chatib Basri: 6 Bulan ke Depan Banyak Perusahaan Tak Mampu Bayar Utang ke Bank

Perry mengakui, rencana pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) dalam rangka pemulihan ekonomi maupun defisit fiskal dari pagebluk Covid-19 akan menaikkan porsi SBN yang diterbitkan pemerintah.

Namun, pada saat yang sama, terjadi outflow SBN yang menyebabkan porsi kepemilikan asing atas SBN menurun. Perry menyebut, porsi kepemilikan asing hanya berkisar 32 persen dari sebelumnya 40 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com