Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudik Dilarang, Potensi Perputaran Uang dari Kota ke Desa Raib hingga Rp 120 Triliun

Kompas.com - 24/04/2020, 14:37 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai hari ini, Jumat (24/4/2020) resmi memberlakukan pelarangan mudik lebaran.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan larangan mudik diterapkan dengan menerapkan pembatasan transportasi umum maupun pribadi.

"Peraturan (larangan mudik) ini akan mulai berlaku pada tanggal 24 April pukul 00.00 WIB," ujar Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati dalam konferensi pers virtual, Kamis (23/4/2020).

Keputusan pemerintah untuk melarang mudik untuk meredam persebaran virus corona bukan tanpa risiko.

Sebab jika bicara soal ekonomi, mudik memang jadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan perekonomian pada periode bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri setiap tahun.

Baca juga: Sah, Larangan Mudik Berlaku Mulai 24 April Pukul 00.00 WIB

Chief Economist PT Bank Permata (Tbk) menjelaskan, aktivitas mudik pada umumnya menciptakan perputaran yang yang besar dan cepat di daerah. Pasalnya, sejumlah uang berpindah dari Jabodetabek ke seluruh daerah di Indonesia.

Dengan pelarangan mudik ini, perputaran uang dari kota ke daerah berpotensi raib hingga Rp 120 triliun.

"Jika kita mengasumsikan jumlah pemudik sekitar 18 juta orang atau sekitar 12 juta keluarga dan jika setiap keluarga membawa rata-rata uang sekitar Rp 7,5- Rp 10 juta, maka transfer uang ke daerah paling tidak mencapai sekitar Rp 90 triliun hingga Rp 120 triliun," ujar Josua ketika dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.

Josua pun mengatakan, perputaran uang yang tercipta di daerah tujuan mudik juga menciptakan redistribusi ekonomi dari kota khususnya Jabodetabek ke daerah yang selanjutnya dapat memberikan stimulasi aktivitas produktif masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Simak Fakta-fakta Soal Larangan Mudik Lebaran

Berpotensi rebound di kuartal IV

Dengan pelarangan mudik dari pemerintah, redistribusi ekonomi dari perkotaan ke daerah/desa cenderung akan berkurang sekitar 80 hingga 90 persen pada kuartal II tahun ini.

Namun demikian, keputusan pemerintah untuk memindahkan libur Idul Fitri ke akhir tahun membuat potensi dampak ekonomi lebaran juga akan bergeser ke kuartal IV tahun ini.

Seperti diketahui, Pemerintah menggeser cuti bersama Hari Raya Idul Fitri dari Mei 2020 ke Desember 2020 akibat wabah Covid-19 yang terjadi di Tanah Air.

Hal tersebut merupakan salah satu keputusan rapat yang digelar Kamis (9/4/2020) terkait perubahan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 174 Tahun 2020, Nomor 01 Tahun 2020 dan Nomor 01 Tahun 2020.

"Tambahan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri yang semula tanggal 26-29 Mei 2020, dicabut dan digeser ke akhir tahun pada tanggal 28-31 Desember 2020," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dikutip dari siaran pers.

Josua pun mengatakan, dengan pada kuartal IV juga terdapat momentum Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang berpotensi mendorong konsumsi.

"Oleh sebab itu, tingkat konsumsi pada kuartal II tiap tahunnya yang pada umumnya lebih tinggi dari kuartal lainnya, diperkirakan akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kuartal IV tahun ini," ujar dia.

Pola musiman Ramadhan dan Idul Fitri

Jika dilihat pola musiman pertumbuhan ekonomi setiap tahun, konsumsi rumah tangga cenderung meningkat pada kuartal II bertepatan dengan bulan Ramadhan dan kuartal IV bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru.

"Faktor musiman Ramadhan mendorong peningkatan belanja makanan dan perlengkapan rumah tanga yang meningkat dibandingkan bulan-bulan lainnya sepanjang tahun," jelas Josua ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020). Peningakatan konsumsi rumah tangga tersebut juga ditopang oleh Tunjangan Hari Raya (THR) serta aktivitas mudik lebaran. Dampak ekonomi mudik setiap tahunnya berdampak signifikan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah.

Josua mengatakan, rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal II dalam lima tahun terakhir ini cukup solid di kisaran 5-5,1 persen. Angka ini ditopang oleh periode Ramadhan dan Lebaran yang di dalamnya ada aktivitas mudik. Adapun secara berturut-turut, berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II dalam lima tahun terakhir secara berturut-turut; 5,05 persen di kuartal II-2019, 5,27 persen di kuartal II-2018, 5,01 persen pada kuartal II-2017, serta 4,67 persen di kuartal II-2015. Adapun untuk kuartal II-2014, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen.

"Oleh sebab itu, tentu apabila pemerintah melarang masyarakat untuk mudik pada lebaran tahun ini, tentu faktor musiman yang mendorong perekonomian pada tahun ini akan hilang," ujar Josua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com