Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fathudin Kalimas
Direktur Poskolegnas UIN Jakarta

Direktur Kajian dan Riset Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Secercah Asa di Tengah Ancaman Resesi

Kompas.com - 25/04/2020, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTUMBUHAN ekonomi tahun 2020 yang awalnya ditargetkan di kisaran 5,3-5,6 persen, kini diprediksi hanya akan mencapai separuhnya sebagai dampak dari pandemi virus corona (COVID-19).

Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan berada di level 2,3 persen.

Bahkan dalam kondisi yang terburuk, diprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 0,4 persen.

Dalam menghadapi situasi yang genting ini, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar tidak minus.

Salah satunya adalah dengan menjaga stablitas daya beli masyarakat agar tingkat konsumsi rumah tangga tidak melorot. Diakui bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia masih didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia.

Sebagai gambaran saja, pada tahun 2019, dari 5,17 persen pertumbuhan ekonomi nasional, konsumsi rumah tangga menyumbang 2,74 persen atau lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi tersebut.

Lantas bagaimana dengan memastikan pertumbuhan ekonomi nasional? Sejumlah langkah telah diambil pemerintah salah satunya adalah pemberian paket stimulus fiskal pada tiga aspek yang mencakup aspek kesehatan, perlindungan sosial, serta upaya menjaga kinerja pelaku usaha.

Langkah tersebut juga perlu dibarengi dengan perlunya regulasi yang tanggap terhadap dinamika perekonomian.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan inisiasi kebijakan yang berorientasi pada kepastian usaha bagi para pelaku usaha, terutama bagi industri-industri baru yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Salah satu contoh potensi industri baru tersebut adalah industri produk tembakau alternatif. Sebagai gambaran, dari sektor industri baru ini yang direkognisi oleh pemerintah pada tahun 2017, pada 2019 telah menyumbang pendapatan negara sebesar Rp 426,6 miliar melalui pengenaan tarif cukai.

Belum lagi penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan usaha di skala retail di sektor industri ini.

Sangat disayangkan, hingga saat ini pemerintah belum meregulasi sektor produk tembakau alternatif.

Padahal regulasi yang tersedia tentang produk tembakau alternatif saat ini hanya berfokus pada penerimaan pendapatan cukai dari produk hasil inovasi teknologi. Beleid tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156/2018 yang merupakan revisi atas PMK Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dalam peraturan tersebut, produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, dikategorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) dengan besaran tarif cukai 57 persen. Kendati tarif tersebut merupakan tarif cukai tertinggi yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.

Di satu sisi, kebijakan tersebut berdampak positif bagi perekonomian nasional, dimana telah membuka ruang bagi pelaku usaha di industri ini untuk terus tumbuh dan membuka lapangan pekerjaan baru.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com