Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Billy Mambrasar, Pengusaha Muda Papua yang Jadi Stafsus Milenial Jokowi

Kompas.com - 26/04/2020, 08:47 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah jadi sorotan publik. Jokowi melantik staf khusus milenial pada November 2019 lalu. Mereka mendapatkan gaji dari negara sebesar Rp 51 juta per bulan.

Stafsus milenial ditunjuk Presiden Jokowi untuk membantu tugas-tugas kenegaraannya terkait kebijakan publik, terutama yang kaitannya dengan ekonomi kreatif dan dan program yang menyasar kaum muda.

Salah satu stafsus milenial yang jadi kontroversi belakangan ini adalah Billy Mambrasar. Perusahaannya, PT Papua Muda Inspiratif (PMI), sempat mengajukan dana ke Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi dan UMKM (KUKM) melalui mekanisme koperasi. Di PMI, Billy menjabat sebagai direktur utama. 

Belakangan LPDB KUMKM membantah telah mengucurkan pinjaman atau pembiayaan dana bergulir kepada PT Papua Muda Inspiratif yang merupakan perusahaan milik Staf Khusus Presiden Jokowi. Alasannya, perusahaan Billy dianggap tak memenuhi syarat mendapatkan pinjaman.

Baca juga: Eks Stafsus Milenial Belva Devara Punya Kekayaan di Atas Rp 1 Triliun 

“LPDB sesuai arahan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki hanya melalui koperasi dan koperasi yang diajukan oleh Sdr Billy, setelah diperiksa di lapangan tidak memenuhi syarat untuk dapat pinjaman,” kata Supomo, Direktur Utama LPDB.

Billy Mambrasar tak sekali tersandung kontroversi sejak dilantik sebagai stafsus milenial. Beberapa waktu sebelumnya, dia dihujani dikritik karena mencantumkan jabatan 'setara dengan menteri' di akun LinkedIn miliknya yang kemudian direvisinya kembali.

Selain sebagai aktivis sosial, Billy juga dikenal sebagai pengusaha muda Papua. Pria kelahiran 17 Desember 1988 di Serui, Kabupaten Kepualauan Yapen, Papua ini terlahir dari keluarga sederhana. Ibunya merupakan penjual kue di pasar, sementara bapaknya adalah seorang guru honorer.

Usai lulus SMA, dirinya pergi ke Pulau Jawa dan berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Untuk biaya kuliahnya di Bandung, ia mendapatkan beasiswa afirmasi dan otsus dari pemerintah daerah. Berselang kemudian, Billy melanjutkan pendidikanya di Universitas Harvard di Amerika Serikat (AS) lewat beasiswa LPDP jalur afirmasi.

Baca juga: Bantah Ruangguru Milik Singapura, Belva Devara: Semuanya Punya Saya!

”Saya asli Papua, dari suku Mambrasar dan memiliki hak ulayat. Anggapan saya berasal dari keluarga orang kaya salah. Saya berasal dari keluarga amat miskin, bukan anak pejabat. Saat kecil, saya harus ikut berjualan di pasar,” ujar Billy dikutip dari Harian Kompas, 19 November 2019.

 

Meski memiliki perusahaan, Billy banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat Papua. Tahun 2009, dia mendirikan Yayasan Kitong Bisa Learning Center (KBLC) yang bertujuan membantu pendidikan anak-anak Papua yang kurang beruntung.

Kata Billy, kehadiran KBLC sejak tahun 2009 dipicu masih minimnya kreativitas anak-anak untuk mengembangkan bakatnya di dunia kerja.

Banyak pemuda dan pemudi atau bahkan lulusan sarjana masih menganggur karena belum dilengkapi keterampilan memadai. Mereka hanya berharap ikut seleksi pegawai negeri sipil atau bekerja di perusahaan swasta.

”KBLC fokus memberi kemampuan anak-anak Papua berwirausaha secara dini dan kemampuan menguasai bahasa asing,” ujar pria bernama lengkap Gracia Billy Yosaphat Y Mambrasar itu dikutip dari Harian Kompas, 24 April 2019. 

Baca juga: 3 Perusahaan Stafsus Milenial Jokowi yang Tersandung Kontroversi

Dia menuturkan, KBLC telah hadir di delapan lokasi di Kepulauan Yapen, Waropen, Kota Jayapura, Merauke, Sorong, Raja Ampat, dan Fakfak.

Sebanyak 1.100 anak telah tergabung di KBLC Papua dan Papua Barat. Produk buatan anak-anak tersebut, seperti kaus dan botol minum, dipasarkan sukarelawan Kitong Bisa yang berpusat di Jakarta.

”Menurut rencana, kami menambah lokasi KBLC di Papua dan Papua Barat, yakni di Mimika dan Manokwari. Tujuannya agar semakin banyak anak yang terlatih,” ujar lulusan Teknik Pertambangan ITB Bandung ini.

Polemik Staf Khusus Milenial Jokowi

Sebelumnya, dua stafsus milenial Jokowi juga jadi sorotan. Mereka adalah Adamas Belva Syah Devara yang dipersoalkan karena perusahaannya terlibat dalam pelatihan Kartu Prakerja.

Saat masih menjadi bagian di lingkaran Istana, Belva menerima banyak kritik dan didesak mundur dari Stafsus Jokowi lantaran bisa menimbulkan konflik kepentingan. Kartu Prakerja 2020 sendiri merupakan program pemerintah yang menyedot APBN sebesar Rp 20 triliun.

Baca juga: Pendiri Ruangguru Beberkan Aliran Dana Rp 5,6 Triliun Kartu Prakerja

Status Ruangguru yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Singapura juga dipermasalahkan sejumlah kalangan. Karena perusahaan asing, Ruangguru atau PT Ruang Raya Indonesia dinilai tak berhak mengelola pelatihan Kartu Prakerja program pemerintah.

Lalu Andi Taufan Garuda Putra, mendapatkan teguran keras dari Istana terkait surat berkop Sekretariat Kabinet (Setkab) yang dikirimkan ke camat seluruh Indonesia.

Taufan meminta bantuan para camat agar bisa membantu perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), dalam edukasi lapangan ke masyarakat desa dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas.

Relawan Desa Lawan Covid-19 sendiri merupakan program yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Publik menilai langkah Taufan berbau konflik kepentingan lantaran dianggap menggunakan jabatannya untuk memperlancar perusahaannya dalam program tersebut. Belakangan, Taufan akhirnya meminta maaf kepada publik atas suratnya ke para camat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com