Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekam Jejak Virtue Dragon, Perusahaan Penampung 500 TKA China

Kompas.com - 02/05/2020, 10:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan pemerintah pusat berbeda pendapat terkait rencana masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China. Ini karena kedatangan pekerja asing tersebut mencuat di tengah pandemi wabah virus corona

Pemda maupun DPRD Sultra sepakat menolak kedatangan WNA China tersebut ke lokasi perusahaan pemurnian (smelter) di Morosi, Kabupaten Konawe, Sultra. Pabrik pengolahan nikel tersebut memang dimiliki investor asal Negeri Tirai Bambu.

Penolakan pemda didasari atas kekhawatiran penyebaran wabah virus corona. Selain itu, masuknya TKA China juga bisa memicu gejolak sosial di tengah masyarakat, karena bersamaan dengan upaya pemerintah melakukan penanggulangan penyebaran Covid-19.

Kedatangan 500 TKA tersebut terkait dengan dengan kebutuhan pekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Perusahaan PMA China tersebut berdiri tahun 2014 yang merupakan anak usaha De Long Nickel Co Ltd yang berasal dari Jiangsu, China.

Baca juga: Soal 500 TKA China, Pengusaha: Melihatnya Agak Miris dan Sedih...

Di Indonesia, VDNI berkantor di Tower 1 lantai 31, Gedung BEI, Jakarta. Pada tahun 2017, perusahaan melakukan ekspor feronikel pertamanya sebanyak 7733 MT ke Chenjiagang, China.

VDNI merupakan salah satu pemegang izin usaha pertambangan khusus. Perusahaan ini berinvestasi 1,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,6 triliun. Investasi diwujudkan dalam bentuk pabrik dengan 15 tungku rotary kiln-electric furnace (RKEF).

Kapasitas produksi smelter sebanyak 600.000 - 800.000 ton nickel pig iron per tahun dengan kadar nikel 10-12 persen. Sampai dengan akhir 2018, PT VDNI telah berkontribusi 142,2 juta dollar AS terhadap ekspor RI.

Saking besarnya nilai investasinya, peresmian smelter milik VDNI dilakukan langsung oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang saat ini menjadi Menko Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca juga: Fakta 500 TKA China, Luhut Angkat Bicara hingga Peringatan DPR

Hadir pula Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Presiden Direktur VDNI Min Dong Zhu saat peresmian pabrik pada 25 Februari 2019 silam. Di awal operasinya, perusahaan juga sempat berkonflik dengan petambak di Konawe. Ini karena debu-debu di jalan tambang yang dibangun VDNI merusak tambak ikan milik warga. 

Dikutip dari Harian Kompas, 26 Febriari 2019, dalam pidatonya saat peresmian, Ali Mazi mengatakan, pada tahun 2018 produk domestik regional bruto (PDRB) Sulawesi tumbuh 6,65 persen.

Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi RI 2018 yang sebesar 5,17 persen. Namun, sumbangan Sulawesi terhadap PDB RI baru 6,22 persen. Adapun realisasi investasi di Sulawesi pada 2018 sebesar Rp 54,6 triliun.

Permintaan Gubernur Sultra

Ali Mazi berharap agar perusahaan berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat, meningkatkan kualitas hidup warga, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara secara umum.

PT VDNI diharapkan fokus memberdayakan masyarakat di Kecamatan Bondoala, Kapoiala, dan Morosi di Kabupaten Konawe. Ketiga kecamatan tersebut merupakan lokasi penambangan yang menyalurkan bahan baku untuk diproses di smelter ini.

 

”Kami harap PT VDNI akan memberikan peluang penyerapan tenaga kerja lokal yang sebesar-besarnya. Kami minta perusahaan segera menyusun rencana induk program pembangunan yang memberdayakan masyarakat selama perusahaan berproduksi dan pascapenambangan,” kata Ali.

Menurut Ali, perusahaan dapat membuat rencana induk dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Tenggara periode 2018-2023. Penyusunan rencana itu perlu dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan lingkungan hidup.

Min Dong Zhu menambahkan, PT VDNI berkomitmen memberdayakan masyarakat. Saat ini ada 6.600 pekerja lokal di perusahaan tersebut.

”Industri kami baru 100 hektar dari kawasan industri seluas 2.253 hektar. Kami akan memperluasnya hingga 600 hektar,” kata Zhu.

Sementara diberitakan Harian Kompas, 8 Januri 2018, awal kehadiran perusahaan tersebut diharapkan dapat mengubah ekonomi warga lokal.

Dari 352 kepala keluarga di desa itu, sebanyak 211 kepala keluarga bekerja di perusahaan. Warga bekerja sebagai sopir, operator alat berat, perakit atau pengelas besi, dan urusan logistik. Mereka diupah Rp 2,05 juta per bulan sesuai dengan upah minimum di Sulawesi Tenggara pada saat itu.

Kamar kos turut menjamur dalam tiga tahun terakhir di Morosi. Rata-rata, kamar disewakan Rp 500.000 per bulan. Sebagian warga membangun usaha kos. Rumah kos disewa pekerja lokal yang berasal dari luar Morosi dan sebagian tenaga kerja dari China.

Manajer Umum PT Virtue Dragon Nickel Industry Rudi Rusmadi menuturkan, saat ini perusahaan mempekerjakan 2.300 warga setempat dengan 64 persen dari lingkar pabrik yang tersebar di Kecamatan Morosi, Kapoiola, dan Bandaola. Sisanya dari luar tiga kecamatan yang masih di Sulawesi Tenggara.

”Perusahaan masih membutuhkan tenaga kerja saat produksi penuh pada Maret 2018 dengan proyeksi kebutuhan 8.000 orang,” ujar Rudi.

Bantahan Luhut

Sebelumnya, Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebut rencana kedatangan 500 TKA China tersebut, tak terkait dengan kepentingan pribadi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Tidak ada kepentingan Pak Luhut pribadi di sana (soal 500 TKA China) selain hanya ingin melihat kemajuan daerah dan Indonesia sebagai pemain utama dalam peningkatan nilai tambah komoditas nikel," kata Jodi kepada Kompas.com, Kamis (30/4/2020).

 

Ia mengatakan, kedatangan para TKA China lantaran kemampuannya dibutuhkan. Sebab ucapnya, tenaga kerja lokal belum bisa menggantikan para TKA tersebut.

Apalagi kata dia, perusahaan tempat TKA China dipekerjakaan menggunakan teknologi yang berasal dari Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Ini kan pembangunan dengan teknologi mereka yang belum kita kuasai," ujarnya.

Meski begitu ungkapnya, pemerintah tak tinggal diam. Agar kebutuhan sumberdaya manusia yang handal terpenuhi, pemerintah membangun politeknik di Morowali.

Diprotes DPR

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay merasa heran dengan rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China ke Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ia mengingatkan pemerintah agar tidak inferior di hadapan para investor asal China yang mempekerjakan TKA asal Negeri Panda itu di Indonesia.

"Kebijakan Pemerintah Indonesia yang memberi izin masuk kepada para TKA itu dinilai aneh. Ada kesan bahwa pemerintah sangat inferior jika berhadapan dengan investor asal China. Terkadang, kelihatan Indonesia kurang berdaulat jika sedang memenuhi tuntutan para investor tersebut," katanya kepada Kompas.com, Kamis (30/4/2020).

Padahal kata dia, pemerintah daerah dan masyarakat Sulawesi Tenggara resah dengan rencana kedatangan TKA asal China tersebut di tengah pandemi virus corona. 

"Ini mengingat penyebaran Covid-19 di Indonesia belum mereda. Grafik penyebarannya masih menunjukkan pertambahan. Orang yang positif corona semakin banyak. Yang meninggal juga semakin banyak," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com