Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER DI KOMPASIANA] Jual Rugi Masker | Pelajaran dari Pekerja Bergaji Rp 80 Juta | Dampak Positif PSBB

Kompas.com - 02/05/2020, 14:20 WIB
Harry Rhamdhani

Penulis

KOMPASIANA--  Akibat tingginya permintaan dan oknum yang bermain untuk menimbun barang, maka beberapa waktu silam kita merasakan harga peralatan dan perlengkapan kesehatan jadi mahal, seperti masker medis dan hand sanitizer, misalnya.

Namun, belakangan ini masyarakat tidak lagi menggunakan masker medis yang semula dicari, tetapi jenis masker lain. Akibatnya antara permintaan dan pasokan akan penggunaan masker medis cenderung normal.

Bahkan kini masker medis hingga hand sanitizer sudah bisa kita temukan dengan mudah di supermarket atau apotek.

Maka tidak heran jika kini kita mulai melihat beberapa orang menjual masker medis di media sosial dengan label "jual rugi" kepada warganet.

Selain itu masih ada konten menarik dan terpopuler lainnya di Kompasiana selama sepekan: masalah yang dihadapi oleh orang bergaji 80 juta per-bulan saat pandemi hingga dampak positif PSBB bagi lingkungan kita.

Berikut 5 konten menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:

1. Saat Harga Balas Dendam kepada Penimbun Masker

Tren harga masker selangit tidak bertahan lama. Mulai pertengahan April harga sudah bergerak normal kembali.

Bayangkan saja, ketika itu masker yang harga normalnya paling mahal 50 ribu rupiah per-dos, tulis Kompasianer Pical Gadi, saat harga gila-gilaan bisa sampai 400 bahkan 500 ribu rupiah.

"Bayangkan keuntungan yang mereka peroleh dalam waktu singkat. Karena saat itu masker juga jadi barang langka, disinyalir masih ada yang terus membeli dalam jumlah besar dan ingin memanfaatkan momentum," lanjutnya.

Melihat fenomena ini, sepertinya ada yang tidak terpikirkan olah para spekulan ini: masker, seperti halnya juga hand sanitizer, adalah barang yang bisa disubstitusi. (Baca selengkapnya)

2. Mengantisipasi Kebangkrutan Bank, Cek Apakah Simpanan Anda Dijamin LPS?

Bagi yang sering mengamati kondisi perbankan nasional, tulis Kompasianer Irwan Rinaldi, tentu sudah mengetahui bahwa tahun ini tampaknya menjadi tahun yang sangat tidak kondusif bagi bisnis perbankan.

Dari sana ada banyak permasalahan yang terjadi, satu di antara yakni bagaimana nasib para penyimpan dana di bank yang mengalami kebangkrutan, misalnya?

Jika mengingat krisis moneter yang pernah dialami oleh Indonesia, maka saat itu bank yang bangkrut diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Lembaga inilah yang menagih pengembalian kredit macet dari para peminjam yang menunggak dan mengembalikan uang para penabung setelah diverifikasi terlebih dahulu.

"Nah, sekarang seandainya memang dampak Covid-19 akan sedahsyat krisis moneter 1998, apakah diperlukan semacam BPPN untuk mengambil alih bank yang bankrut?" tulis Kompasianer Irwan Rinaldi. (Baca selengkapnya)

3. Belajar dari Kasus Orang Bergaji Rp 80 Juta

Kisah seorang pegawai denga gaji Rp 80 juta tak lagi menerima gaji karena dirumahkan akibat dari pandemi virus corona tiba-tiba ramai jadi perbincangan pada pekan kemarin.

Tidak hanya itu, hanya dalam dua bulan sejak harus berhenti dari pekerjaannya, rumah tangganya justru berantakan.

Setelah dicermati, Kompasianer Zulfikar Akbar menemukan pemicunya sederhana sasa: dengan gaji sebesar Rp 80 juta, ia juga memiliki beban berupa cicilan mobil mewah, hingga kredit rumah di kawasan elite dengan harga mencapai Rp 2 miliar.

"Hasilnya mudah ditebak. Tabungan semakin menipis dan sekarang justru kebingungan karena harus menghadapi situasi yang tidak pernah mereka bayangkan," lanjutnya.

Jadi, pelajaran apa yang bisa kita petik dari viralnya pegawai yang bergaji 80 juta rupiah itu? (Baca selengkapnya)

4. Dampak Positif PSBB bagi Lingkungan Hidup

Pembatasan mobilitas dan jaga jarak antar warga ini selain memutus rantai penyebaran virus corona, juga memiliki dampak signifikan bagi lingkungan: tingkat polusi udara di 10 kota besar global telah turun 9 hingga 60 persen.

Meskipun PSBB tidak sama dalam konsep dan penerapan dengan lockdown di luar negeri, namun yang tak jauh berbeda yaitu konsentrasi udara beracun di udara Indonesia berkurang.

Tidak hanya itu, Kompasianer Achmad Siddik juga mencatatat efek positif bagi lingkungan juga didapat dari berkurangnya pencemaran air akibat ditutupnya industri, pengurangan emisi gas rumah kaca karena berkurangnya aktivitas industri, dan berkurangnya konsumsi bahan bakar fosil.

"Oleh karena itu, tersedianya waktu untuk flora dan fauna tumbuh dan berkembangbiak dengan minim gannguan manusia serta menurunnya heat island di perkotaan akibat menurunnya konsentrasi polutan di udara," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

5. Buntu Mau Nulis Apa? Perhatikan Rumusnya: 5xM

Banyak sekali alasan ketika kita bingung ketika ingin menuliskan sesuatu. Apalagi yang sering jadi kambing hitam itu pasti inspirasi. Tidak ada inspirasi.

Padahal jika kita mau sedikit memerhatikan lingkungan sekitar saja ada banyak inspirasi. Itulah masalahnya: bagaimana kita bisa menemukan inspirasi untuk menulis?

Untuk itulah kini Kompasianer Meidy Yafeth berbagi tips dan kiat menemukannya dengan rumus sederhana: 5xM.

"Apa saja 5 hal yang bisa mengilhami kita atau menginspirasi kita untuk menulis? Karena semuanya berawal dari huruf M maka saya namakan Rumus Inspirasi Menulis 5 x M," lanjutnya. (Baca ulasan lengkapnya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com