Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyaluran Bansos Covid-19 Perlu Diawasi, Mengapa?

Kompas.com - 04/05/2020, 16:09 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum diminta untuk membentuk satuan tugas (satgas) yang secara khusus mengawasi penyaluran bantuan sosial terkait penanganan pandemi corona atau Covid-19.

Satgas ini dipandang perlu untuk mencegah penyimpangan bahkan korupsi dalam pengelolaan dana bantuan sosial terkait virus corona yang nilainya mencapai Rp 110 triliun.

"Ada semacam satgas pengawasan. Terdiri dari Kejaksaan, BPKP yang akan mengawasi bansos," kata Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril ketika dihubungi di Jakarta, Senin (4/5/2020).

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Lebih dari Separuh Penduduk RI Tersentuh Bansos, Bagaimana Rinciannya?

Sebagai informasi, pemerintah telah memutuskan penambahan alokasi pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun. Total anggaran ini akan dialokasikan Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan.

Kemudian, sebanyak Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, termasuk untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Menurut Oce, satgas ini diperlukan untuk memastikan pengawasan penyaluran dana bansos dapat maksimal. Menurutnya, terdapat banyak perkara terkait penyelewengan dana bansos karena lemahnya pengawasan.

Untuk itu, Oce memandang Kejaksaan Agung dan KPK bekerja sama dengan BPKP dan Inspektorat pemerintah sudah seharusnya membuat prosedur operasional standar untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dalam penyaluran dana bansos Covid-19.

Baca juga: Penyaluran Bansos untuk Masyarakat Rentan Miskin Sulit Terealisasi

"Penegak hukum membuat SOP pengawasan dana-dana bansos supaya potensi korupsi itu bisa dicegah lebih awal. Itu bisa dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini misalnya, Kejaksaan dan KPK," ujar Oce.

Dengan Satgas dan SOP pengawasan ini, aparat penegak hukum dapat bekerja maksimal. Ini termasuk menindak tegas para pelaku yang menyelewengkan dana bantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat rentan ini.

"Sementara kalau ada temuan dan pelanggaran hukum yang sifatnya menuju pada pelanggaran hukum mereka bisa langsung bertindak," jelas Oce.

Menurut Oce, dana bansos dari pemerintah dalam berbagai bentuk rawan terjadinya korupsi. Ada banyak perkara yang ditangani penegak hukum terkait dengan bantuan sosial.

Kerawanan itu muncul karena biaya yang dianggarkan untuk bansos umumnya sangat besar. Sementara pengawasan penyaluran dana bansos umumnya tidak ketat karena dianggap bantuan kepada masyarakat miskin atau kelompok-kelompok rentan tertentu.

Baca juga: Menko Perekonomian: Keluarga Dapat Bansos, Anak Tetap Bisa Daftar Kartu Prakerja

Di sisi lain, katanya, terdapat persoalan penting pada bagian hulu yang membuat dana bansos rawan terjadinya kebocoran. Hal ini menyangkut ketidaksinkronan penerima dana bansos.

Data yang tersebar di berbagai instansi kerap kali tidak sinkron sehingga menyebabkan ketidakcocokan data di lapangan.

"Itu kemudian menyulitkan memastikan dana itu tepat sasaran," ungkap Oce.

Untuk itu, Oce meminta pemerintah sinkronisasi data penerima bansos. Dengan data yang baik dan valid dapat memastikan bantuan-bantuan yang disalurkan tepat sasaran kepada kelompok rentan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com