JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pemerintah bakal memberikan bantuan likuiditas kepada sektor jasa keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan non bank (IKNB).
Bantuan likuiditas diberikan menyusul permintaan pemerintah untuk merestruktusisasi kredit dalam rangka meringankan beban nasabah/debitur akibat dampak virus corona (Covid-19).
Di sisi lain, banyak perbankan dan IKNB yang tidak memiliki akses langsung ke Bank Indonesia dengan melakukan transaksi repurchase agreement (repo).
Baca juga: Dampak Covid-19, Koperasi Simpan Pinjam Akan Dapat Bantuan Likuiditas
Kepala Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, bantuan likuiditas bisa diakses melalui bank anchor alias bank jangkar. Anggota bank jangkar sendiri tengah didiskusikan oleh OJK.
"Ini skema yang kami diskusikan. Akan ditunjuk bank peserta, seperti bank jangkar which is Bank Himbara ditambah bank kredibel atau bank sistemik yang tidak memiliki masalah sebelum Covid-19 supaya bisa dijadikan peserta," kata Wimboh dalam Raker virtual bersama DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Wimboh menuturkan, pemerintah bakal memberikan bantuan likuiditas berupa penempatan deposito yang ditaruh di bank jangkar.
Untuk mencegah moral hazard, fasilitas yang diberikan tidak boleh lebih murah dari fasilitas Bank Indonesia.
Baca juga: Intip Likuiditas Bank Pelat Merah Saat Pandemi, Apa Masih Aman?
Ada mekanisme berbeda untuk mendapat fasilitas ini antara bank sistemik dengan non sistemik. Akses ini pun hanya diberikan untuk bank-bank yang masih sehat dengan jaminan pinjaman high quality asset.
Pinjaman likuiditas akan disesuaikan dengan suku bunga pasar (market rate) sehingga bantuan bisa diakses sebagai langkah terakhir (last resources).
"Selama ini yang kita jadi benchmark adalah bank sehat, sehingga tingkat kesehatan tidak turun drastis dengan cepat. Justru kita jaga jangan sampai bank tidak sehat gara-gara Covid-19," terang Wimboh.
Adapun likuiditas diberikan untuk membantu lembaga keuangan membayar utang jangka pendek bila sewaktu-waktu ada penarikan dari nasabah maupun pihak terkait.
Hal ini diperlukan karena bank telah melakukan restrukturisasi kredit yang berpotensi tidak menerima angsuran pokok dan bunga dari nasabah.
Misalnya jika 50 persen kredit diringankan dari berbagai sektor, total dana yang tertahan masuk ke lembaga jasa keuangan bisa mencapai Rp 759 triliun.
"Kemarin kami bahas dengan Menkeu (Sri Mulyani), potensi kemungkinan restrukturisasi itu bisa 40-50 persen untuk UMKM. Dengan kolektibilitas 1 dan 2, kredit UMKM, BPR, KPR, leasing, total 50 persennya adalah Rp 759 triliun," pungkas Wimboh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.