Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPS: Kami Tangani Data Bansos Terakhir Kalinya pada 2015

Kompas.com - 07/05/2020, 10:07 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto ikut buka suara soal data penerima bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) bermasalah.

Dia mengatakan, data bansos bukan lagi berasal dari BPS. BPS terakhir kali mengumpulkan data bansos pada tahun 2015.

Kini, berdasarkan Undang-Undang Penanganan Fakir Miskin diserahkan ke Kemensos.

"Itu tahun 2015 terakhir. BPS (Badan Pusat Statistik) sudah tidak menangani lagi data bansos," kata Kecuk dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).

Baca juga: Sri Mulyani: Alokasi Bansos Tak Bisa Tutupi Penurunan Konsumsi Masyarakat

Kecuk menuturkan, saat itu pengumpulan data penerima melibatkan ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang disatukan dalam forum komunikasi publik.

Ketua RT dan RW tersebut mengomunikasikan penduduk mana saja yang layak diberi bantuan dan digolongkan sebagai penduduk miskin. Dari hasil diskusi, tim BPS mendatangi penduduk miskin satu-persatu.

"Penduduk miskinnya kita tanyakan apakah ada penduduk miskin yang terlewat? Jadi kita lebih percaya mewawancarai langsung penduduk miskinnya. Itu sudah dievaluasi banyak pihak, dari sisi metodologi sudah bagus," sebut Kecuk.

Kepala BPS berujar, BPS selalu membantu di belakang layar untuk mengumpulkan data tertentu. Misalnya melakukan analisis big data yang datanya diserahkan pada tim Gugus Tugas penanganan Covid-19 nasional.

Namun untuk data penerima bansos, BPS mengaku kesulitan. Pasalnya di masa Covid-19, pihaknya tidak mungkin melakukan wawancara penduduk miskin secara langsung, seperti metode yang digunakan pada 2015 lalu.

"Jadi kami tidak membantu kemensos karena PSBB, tapi kami tetap berdiskusi dari sisi metodologi. Saat ini Covid-19 dampaknya menengah, sehingga perlu dicarikan data-data baru," pungkas Kecuk.

Baca juga: BPK: Penyaluran Bansos Berisiko Tak Efektif

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan data bantuan sosial menjadi masalah sejak lama, karena perubahan penduduk miskin sangat dinamis.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial, Said Mirza Pahlevi mengatakan, Kemensos sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kementerian serta lembaga soal penyaluran bansos untuk memutakhirkan data.

Terkait pendataan penerima bansos, Kemensos sudah memberikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) kepada kepala daerah.

Di sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) juga menyoroti adanya 8 temuan yang memuat 9 permasalahan ketidakefektifan berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengolaan Data Terpadu Kesehahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos).

BPK menyatakan, Kemensos memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 28 tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpaddu Penanganan Fakur Miskin dan Orang tidak Mampu.

"Akibatnya, DTKS yang ditetapkan oleh Kemensos sebagai standar penyaluran program bantuan sosial menjadi kurang andal dan akurat," jelas BPK dalam laporan IHPS II 2019 seperti dikutip Kompas.com, Selasa (5/5/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com