Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Perlu Periksa 3 Agensi yang Pekerjakan ABK RI ke Kapal China

Kompas.com - 07/05/2020, 18:31 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Video jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China dilarung ke laut menjadi viral di media sosial.

Video diberitakan oleh MBC News, salah satu media Korea Selatan dan dijelaskan oleh Youtuber asal Korsel, Jang Hansol di kanalnya, Korea Reomit.

CEO Indonesia Ocean Justice Initiave Mas Achmad Santosa mengatakan, dugaan kuat pelanggaran HAM yang berujung pada hilangnya pekerja migran asal RI bukan kali ini saja terjadi.

Baca juga: Susi Angkat Bicara soal Meninggalnya ABK yang Diberitakan Media Korea

Pria yang pernah menjabat sebagai Koordinator Staf Khusus Satgas 115 di era Menteri Susi Pudjiastuti ini mengatakan, pemerintah perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan melalui Polri maupun Kementerian Ketenagakerjaan.

Ia mengatakan, penyelidikan perlu dilakukan terhadap 3 manning agancies yang mengirimkan ABK Indonesia bekerja di atas Kapal Tiongkok bernama Long Xing 629, Long Xing 605, Long, Long Xing 802, dan Tian Yu 8.

Menurut Achmad Santosa, ketiga agensi itu yakni PT Lakemba Perkasa Bahari, PT Alfira Perdana Jaya dan PT Karunia Bahari.

Baca juga: Perbudakan ABK WNI di Kapal China, Kasus Benjina Era Susi Kembali Mencuat

"(Pemeriksaan perlu dilakukan) untuk menemukan kemungkinan terjadinya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, tindak pidana perdagangan orang, atau tindak pidana lainnya," kata Mas Achmad Santosa dalam keterangan resmi kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020).

Pria yang kerap disapa Otta ini menyampaikan, penyidikan dan penyelidikan tak hanya terhadap pelaku fisik, namun juga perlu dilakukan kepada pengurus perusahaan dan pemilik manfaat.

Hal itu sesuai dengan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Migran Indonesia, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan lainnya.

Baca juga: Penjelasan Kemenhub Soal Pelarungan Jenazah ABK Indonesia

Di sisi lain, pemerintah perlu melakukan pemeriksaan dan evaluasi kepatuhan terhadap 3 agensi itu, dan menjatuhkan sanksi administratif sesegera mungkin jika ditemukan pelanggaran terhadap Pasal 19 ayat (1), pasal 25 ayat (3), pasal 27 ayat (2), dan pasal 62 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Migran Indonesia.

"Sanksi administratif berupa pencabutan SIUPPAK manning agency atas pelanggaran pada ketentuan yang terdapat di dalam Perjanjian Kerja Laut, pemalsuan dokumen maupun pemungutan biaya perekrutan dan penempatan kepada PMI ABK," sebut Otta.

Sanksi administratif tersebut sesuai dengan pasal 33 ayat (2) Permenhub Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.

Baca juga: Menteri Edhy Bilang Pelarungan Jenazah ABK ke Laut Dimungkinkan, Asal...

Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) perlu membuat Gugus Tugas untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

"Yaitu gaji yang belum dibayarkan ataupun tunjangan lainnya terhadap keluarga korban," pungkas Otta.

Sebelumnya, media asal Korea Selatan MBC News memberitakan dugaan pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal China. Berita itu akhirnya diulas oleh Youtuber asal Korsel, Jang Hansol dalam kanalnya, Korea Reomit.

Baca juga: Menaker Perbolehkan Perusahaan Tunda Pembayaran THR Karyawan

Dalam video, beberapa ABK mengaku tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi. Mereka bekerja sehari selama 18 jam, bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam.

Para ABK Indonesia juga dilaporkan hanya boleh minum air laut yang difilterisasi. Hal itu membuat mereka pusing dan jatuh sakit.

Baca juga: 8 Negara ASEAN Sudah Turunkan Harga BBM, Indonesia Kapan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com