Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbudakan ABK, Ini Cara Susi Pudjiastuti Tangani Kasus Benjina

Kompas.com - 08/05/2020, 11:09 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Video jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China dilarung ke laut menjadi viral di media sosial.

Video pertama kali diberitakan oleh MBC News, salah satu media Korea Selatan pada Rabu (6/5/2020) dan dijelaskan oleh YouTuber asal Korsel, Jang Hansol di kanalnya, Korea Reomit.

Sebetulnya, kasus perbudakan seringkali terjadi. Pada 2015 lalu, dunia dihebohkan dengan perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) dan perdagangan orang di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

Baca juga: Perbudakan ABK WNI di Kapal China, Kasus Benjina Era Susi Kembali Mencuat

Susi Pudjiastuti, yang kala itu baru menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan praktis dihadapkan pada kasus tindak pidana perikanan berat.

Di masa kelam itu, para ABK bekerja 20-22 jam per hari, dikurung, disiksa, dan tidak mendapatkan upah. Produk perikanan hasil tangkapan di Benjina dikirim ke Thailand dan langsung diekspor ke Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.

ABK dalam kasus Benjina berasal dari Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Indonesia. Kasus ini melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR), sebuah perusahaan PMA asal Thaialand.

Di dalam kompleks perusahaan berlantai lima itu terdapat kerangkeng-kerangkeng untuk mengurung korban perdagangan prang asal Myanmar tersebut dan mereka bekerja 20 hingga 22 jam per hari.

Baca juga: Susi Angkat Bicara soal Meninggalnya ABK yang Diberitakan Media Korea

Sebagian korban yang bisa diwawancarai kantor berita Associated Press (AP) mengaku akan dicambuk dengan menggunakan buntut ikan pari beracun jika mengeluh atau mencoba beristirahat.

Hentikan ekspor PT PBR

Kasus ini pertama kali mencuat setelah AP menyiarkan hasil investigasi selama satu tahun. Mendengar kabar itu, Susi lantas memberi perhatian penuh.

Susi langsung memerintahkan menghentikan sementara pengiriman produk perikanan yang dihasilkan PBR, termasuk larangan ekspor.

Susi menyebutkan, pemerintah harus bertindak cepat dan tegas karena dugaan perbudakan itu dapat berdampak besar bagi produk-produk perikanan asal Indonesia.

Baca juga: Heboh Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China, Bu Susi Jadi Trending

Hal itu karena Uni Eropa dan Amerika Serikat mengancam akan memboikot produk-produk perikanan Indonesia yang dihasilkan dari kegiatan perbudakan.

Proses hukum

Satgas 115 yang saat itu dibentuk untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dan segala kejahatan di dalamnya, langsung turun tangan melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penyekapan.

Susi beserta jajarannya mendapati 322 ABK asing terdampar di sekitaran pabrik PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina. Mereka mengalami kekerasan fisik alih-alih upahnya dibayar.

Sementara itu, kepolisian Daerah Maluku berhasil mengungkap kasus penjualan warga negara asing ke PT PBR. Dalam kasus tersebut, 4 orang telah dinyatakan sebagai tersangka.

Baca juga: Isu Perbudakan, Menteri Susi Larang Pengiriman Produk Perikanan dari Benjina

Salah satu tersangka adalah Direktur PT PBR Hermanwir Martino. Adapun tiga tersangka lain adalah Hatsaphon Phaetjakreng dan Boonsom Jaika, warga Negara Thailand, dan Muclis staf Quality Control PT PBR.

Harian Kompas tanggal 27 November 2017 mengungkap, pemerintah Indonesia segera bekerja sama dengan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) untuk memulangkan seluruh korban ke negara masing-masing.

Selidiki aliran uang

Presiden RI Joko Widodo meminta Susi berkoordinasi dengan kementerian terkait dan Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Jokowi ingin mengetahui hal-hal di balik praktik illegal fishing, termasuk arus keuangan di balik bisnis melanggar hukum tersebut.

"Harus diikuti arus keuangannya seperti apa, data keuangannya seperti apa, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan kementerian itu ada fakta–fakta yang dipakai. Kita ingin agar keseriusan ini diteruskan," ucap dia.

Baca juga: Seandainya Susi Pudjiastuti Jadi Menteri Kesehatan...

Ada sindikasi, praktik suap dari pihak perusahaan kepada para petugas di lapangan. Harian Kompas 7 Mei 2015 melaporkan, ada oknum pengawas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) yang memantau usaha perikanan PT PBR sering melakukan pungutan liar.

Oknum pengawas perikanan mewajibkan tiap kapal yang mengajukan surat laik operasi (SLO) membayar Rp 250.000. Selain SLO, mereka juga mewajibkan setiap kapal ekspor membayar Rp 5 juta.

Praktik penyuapan kepada aparat Indonesia ini ternyata juga sudah dirilis lebih awal oleh Bangkok Post (26/3/2015) dalam berita berjudul ”Captain will fish in Indonesia waters."

Dalam berita itu, Khomsan—operator kapal penangkap ikan Thailand yang pernah beroperasi selama 10 tahun di Indonesia—mengaku memberikan suap kepada oknum Angkatan Laut atau oknum Polisi Laut RI.

Suap itu disebut sebagai biaya konsesi agar kapal yang disita oleh aparat Indonesia dikembalikan. Besaran nilai suapnya 10 juta-20 juta baht (setara dengan Rp 4,0 miliar-Rp 8,0 miliar).

Kematian saksi kunci

Waktu itu, wafatnya Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Dobo, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Yosef Sairlela, diduga ada keterkaitan erat dengan kasus perbudakan anak buah kapal (ABK) asing di Benjina, Kepulauan Aru, yang menjadi sorotan dunia.

"Beliau itu kemungkinan dibunuh karena mengetahui banyak hal tentang kasus Benjina. Korban itu banyak mengetahui rahasia PT Pusaka Benjina Resources (PBR) selama ini," kata sumber Kompas.com di Tual saat dihubungi dari Ambon, Senin (20/4/2015) malam.

Susi mengatakan, Yosef Sairlela, pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan saksi kunci perbudakan anak buah kapal (ABK) asing di Benjina, Kepulauan Aru.

Baca juga: Saksi Kunci Benjina Tewas, Menteri Susi Enggan Berpolemik

Yosef ditemukan tewas di sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/4/2015) lalu. 

"Saudara Oce (Yosef) adalah saksi penting dalam kasus Benjina," kata Susi seusai menghadiri seminar Gerakan Nasional Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan, di Balai Kota, Selasa (21/4/2015). 

Pembayaran gaji

Tak hanya penindakan, restitusi pada keluarga korban kasus Benjina terus diupayakan. Dari 5 terpidana kasus Benjina, hanya empat yang mampu membayar restitusi sebesar Rp 438 juta untuk delapan korban yang seluruhnya berkewarganegaraan Myanmar.

Satgas 115 juga telah membantu korban mendapatkan pembayaran atas gaji mereka yang tidak dibayarkan oleh perusahaan senilai total 900.000 dollar AS.

Susi keluarkan aturan HAM

Mengutip Harian Kompas, untuk mencegah pelanggaran HAM kembali terjadi di sektor perikanan, Susi pun mengeluarkan serangkaian kebijakan yang sangat signifikan.

Susi kemudian melarang pengoperasian kapal eks asing dan praktik transhipment di tengah laut.

Terkait dengan HAM secara langsung, Susi menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/Permen-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan.

Baca juga: Pengakuan Susi Pudjiastuti: Sulitnya Susi Air di Tengah Pandemi

Peraturan tersebut mewajibkan industri perikanan harus memenuhi kondisi kerja yang adil dan layak bagi pekerja, antara lain hak untuk remunerasi dan waktu istirahat yang layak, standar hidup layak, termasuk akomodasi, makan dan minum, pengobatan, mendapat asuransi jaminan sosial, perlindungan risiko kerja, serta hak khusus lainnya.

Pengusaha perikanan juga wajib menghindari terjadinya kerja paksa dalam bentuk penyalahgunaan kerentanan, penipuan, pembatasan ruang gerak, pengasingan, kekerasan fisik dan seksual, intimidasi dan ancaman, penahanan dokumen identitas, penahanan upah, jeratan utang, kondisi kerja dan kehidupan yang menyiksa, serta kerja lembur yang berlebihan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com