Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bappebti Blokir 114 Situs Pialang Berjangka Ilegal, Begini Modusnya

Kompas.com - 08/05/2020, 18:31 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti),  Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah memblokir 114 situs entitas tidak memiliki izin usaha sebagai pialang berjangka pada April 2020. Sepanjang April, 217 domain situs pun sudah diblokir Bappeti.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Tjahya Widayanti mengatakan, pemblokiran menjadi tanda Bappeti tetap melakukan pengawasan dan pengamatan saat pandemi.

Dia bilang, ruang gerak pialang berjangka ilegal itu harus dipersempit. Sebab kegiatannya berpotensi merugikan masyarakat.

Baca juga: 3 Tips Agar UKM Tetap Cuan di Tengah Pandemi Corona

"Bappeti akan terus mempersempit ruang gerak entitas-entitas ilegal tersebut. Selain pemblokiran domain, ke depan Bappeti akan memblokir media yang digunakan untuk melakukan promosi, termasuk Youtube," kata Tjahya dalam siaran pers, Jumat (8/5/2020).

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappeti M Syist menambahkan, pihaknya juga menindak situs yang memfasilitasi pembukaan akun ke broker luar negeri.

Berdasarkan pengamatan, terdapat halaman yang mengarahkan untuk membuka akun ke broker luar negeri meski mereka berdalih hanya menyediakan informasi dan berita seputar perdagangan berjangka itu.

Baca juga: Menkop: Setelah Covid-19 Berakhir, Kita Akan Lihat Lanskap Baru Ekonomi

"Tentunya hal tersebut dilarang, karena melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan berjangka komoditi," sebut M Syist.

Modus operandi

Selain penawaran investasi mata uang, indeks saham, dan komoditi, rupanya penawaran investasi dengan berkedok penambangan mata uang kripto kerap terjadi.

Untuk dapat melakukan aktifitas menambang kripto, kata M Syist, masyarakat ditawarkan untuk bergabung dengan menyediakan paket-paket sesuai dengan kemampuannya dan mendaftar melalui situs mereka.

"Penawaran-penawaran tersebut selain dilakukan melalui situs internet, juga melalui Whatsapp grup," kata M Syist.

Adapun perekrutan calon peserta dilakukan dengan sistem berjenjang atau skema piramida. Investasi dengan skema ini merupakan skema penipuan. Dana yang terkumpul pun umumnya dibawa lari oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga: 4 Tips Agar Tidak Terlilit Utang Kartu Kredit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com