Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal DBH, Stafsus Menkeu: Ini Jadi Polemik karena Seolah Pusat Punya Utang ke Pemprov DKI

Kompas.com - 11/05/2020, 09:06 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo buka suara soal Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunggak pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) ke DKI Jakarta untuk Bantuan Sosial (bansos).

Seperti dikutip dalam twitternya, Senin (11/5/2020), Yustinus mencuit sangat disayangkan bila Pemerintah DKI Jakarta mengklaim Pemerintah Pusat terlambat membayar DBH DKI Jakarta yang sebesar Rp 5,1 triliun.

Faktanya, Pemerintah pusat masih menunggu audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk realisasi DBH tahun 2019. Pasalnya, realisasi penerimaan baru terlihat setelah berakhir tahun buku sehingga angkanya lebih akuntable.

Baca juga: Sri Mulyani: Pemerintah Telah Salurkan Rp 2,6 Triliun Dana Bagi Hasil ke Pemprov DKI

Di sisi lain daerah membutuhkan uang untuk penyelenggaraan pelayanan publik dan segala kebutuhannya. Akhirnya Pemerintah Pusat mengambil solusi untuk membuat prognosa penerimaan objek DBH lalu disalurkan secara triwulanan. Meski, angka realisasi pasti belum diketahui.

"Ketika audit BPK selesai, maka dihitung ulang sesuai realisasi dan dibayarkan ke daerah. Ada potensi kurang atau lebih bayar sesuai audit BPK, maka biasanya kalau ada kekurangan dari tahun-tahun sebelumnya sekalian dibayarkan ke daerah," kata Yustinus dalam akun twitternya, Senin (11/5/2020).

Yustinus menjelaskan, kurang bayar DBH untuk tahun buku 2019 biasanya diketahui pada 2020, sekitar bulan Agustus sampai November.

Jadi, hasil audit DBH DKI Jakarta tahun 2019 baru selesai di tahun 2020. DKI punya hak atas kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp 5,1 triliun. Jika ada kurang bayar di tahun 2019, maka dibayarkan di tahun 2020 begitupun seterusnya. Namun audit BPK untuk tahun 2019 belum selesai.

"Ini yang jadi polemik karena seolah pusat punya utang ke Pemprov DKI dan tidak mau membayar/menahannya. Faktanya enggak gitu. Narasi menagih DBH layaknya orang berpiutang ini kan tidak dilakukan oleh Pemda-Pemda lain karena memahami kelaziman praktik pembayaran DBH," jelas Yustinus.

Baca juga: Anies Tagih Dana Bagi Hasil, Ini Respons Sri Mulyani

Justru kata Yustinus, Pemerintah Pusat peka melihat situasi tidak normal sekarang ini akibat Covid-19. Pembayaran DBH yang kurang bayar ke Pemda termasuk DKI yang biasanya dibayar pada Agustus, dipercepat pada April.

Sesuai PMK 36/2020, DBH DKI dibayar pada April sebesar 50 persen atau Rp 2,5 triliun.

"Jadi polemik dan kesimpangsiuran ini tak perlu terjadi ketika waktu meminta pembayaran DBH, jika Pemprov DKI tidak terkesan seperti orang nagih utang jatuh tempo dan belum dibayar. Meski ini hak, tapi aturan dan mekanismenya jelas. Tak ada mengemplang utang," sebut Yustinus.


Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang meminta pemerintah pusat untuk mempercepat pencairan Dana Bagi Hasil (DBH).

Menurut Bendahara Negara itu, sembari pemerintah mempercepat pencairan DBH, pemerintah daerah juga kooperatif dengan melakukan pemanfaatan anggaran belanja daerah dengan nominal tinggi, seperti halnya anggaran belanja pegawai dan belanja.

"APBD daerah masih banyak yang belum dilakukan perubahan. Jadi kalau dilihat seperti di DKI yang belanja pegawainya tinggi hampir Rp 25 triliun, belanja barang Rp 24 triliun. Saya tahu mereka bisa melakukan realokasi dan refocusing sambil kita percepat pembayaran DBH," jelas Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (17/4/2020).

Baca juga: Anggota DPRD DKI Minta Kemenkeu Cairkan Dana Bagi Hasil untuk Jakarta

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com