"Kenapa PPA? karena PPA ini kan semacam venture capital, menempatkan dulu dana kemudian nanti ditarik lagi. Itu kan PPA juga di bawah pemerintah," jelas dia.
Secara terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah juga tidak sependapat bila bank Himbara dijadikan sebagai bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang kesulitan likuiditas.
Dirinya menekankan, urusan likuiditas seharusnya tidak melibatkan bank Himbara, melainkan menjadi wewenang bank sentral yang tugasnya mengatur likuiditas di pasar.
Menurutnya, jika bank mengalami kesulitan likuiditas maka langkah terakhir yakni bank sentral harus menggelontorkan likuiditasnya untuk perbankan.
Baca juga: BI Ogah Cetak Uang Tambahan untuk Suntik Likuiditas, Ini Alasannya
Ia mengungkapkan, jika KSSK memutuskan untuk menjadikan bank BUMN sebagai bank penyangga likuiditas, mau tidak mau bank Himbara harus bisa menilai apakah bank penerima likuiditas tersebut layak untuk menerima likuiditas atau tidak.
Namun, yang dikhawatirkan adalah, bila terdapat masalah pada bank penerima likuiditas, tentu yang harus bertanggung jawab adalah bank penyangga likuiditas.
"Sekarang yang ditempuh adalah menggunakan bank Himbara sebagai bank perantara, disebut sebagai bank anchor. Kenapa harus melalui bank anchor? Kalau itu yang dilakukan, pertanyaannya likuiditas bank Himbara sumbernya dari mana? Kemungkinan besar dari pemerintah. Pengaturan dan pengawasan tetap di OJK, tapi nanti kalau ada apa-apa yang akan diminta pertanggungjawaban adalah pejabat bank Himbara," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.