Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Komisaris BUMN, Jabatan Idaman Banyak Orang dan Potensi Konflik Kepentingan

Kompas.com - 12/05/2020, 13:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara bagi mereka yang tidak atau belum kebagian posisi ini, banyak juga yang melakukan movement. Baik terang-terangan, malu-malu, maupun secara sembunyi-sembunyi. Tujuannya ya itu tadi, ingin dapat jabatan komisaris BUMN.

Baca juga: Ada Politisi di Komisaris BUMN, Stafsus Erick Thohir Bantah Ada Bagi-bagi Jabatan

Sejumlah narasumber bercerita, banyak orang-orang di lingkar kekuasaan yang melakukan berbagai ikhtiar untuk mendapatkan jabatan ini.

Yang paling sering, mereka rajin menebar siaran pers atas nama sendiri ke berbagai media dan membuat analisis-analisis ringan.

Yang sedikit bermodal, mereka membuat kajian-kajian dan menggelar forum diskusi dengan mengundang media serta akademisi.

Sementara yang bermodal besar, mereka tak sungkan melakukan lobbying hingga ke ring 1 istana, ke berbagai menteri dan orang-orang yang dianggap punya pengaruh besar.

Mungkin masih ingat dengan kejadian bocornya surat yang dikirim seorang public figure ke salah satu menteri terkait keinginanya mendapatkan jabatan sebagai komisaris di BUMN papan atas. Tapi, begitulah kenyataannya.

Tak dimungkiri, pengangkatan jabatan komisaris merupakan wewenang sepenuhnya Kementerian BUMN. Ada berbagai pertimbangan untuk mengangkat seseorang untuk menduduki posisi tersebut. Bahkan, Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin Presiden ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Inkompetensi dan Konflik Kepentingan

Meski hanya menjadi pengawas di perusahaan pelat merah, komisaris haruslah diisi oleh orang-orang yang berkompeten.

Memang diakui bahwa jabatan komisaris merupakan bentuk terima kasih. Namun posisi tersebut sedikit banyak juga menentukan kinerja korporasi ke depannya.

Orang-orang yang kompeten akan mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap BUMN dengan baik. Demikian pula sebaliknya. Apalagi jika sampai komisaris tidak bisa membaca laporan keuangan, masalahnya akan semakin berlarut-larut.

Baca juga: Politisi Jadi Komisaris BUMN, Erick Thohir: Tak Ada yang Dilanggar

Bersyukur bahwa saat ini Kementerian BUMN sudah mulai selektif dalam memilih orang-orang yang duduk di posisi ini, meski satu-dua komisaris masih mendapatkan catatan atas kurangnya kompetensi.

Akademisi dan profesional pun belakangan banyak dilibatkan untuk duduk sebagai komisaris BUMN, berdampingan dengan birokrat, relawan, dan mantan pejabat.

Namun demikian, jabatan komisaris tak hanya dihadapkan pada isu inkompetensi. Ada juga isu konflik kepentingan yang belakangan ini juga mulai banyak didiskusikan.

Isu ini lebih banyak berkaitan dengan posisi komisaris BUMN yang sebelumnya pernah menjadi direksi di perusahaan yang sama. Hal itu dikhawatirkan bisa berpengaruh terhadap berbagai keputusan yang diambil manajemen.

Bisa saja si komisaris meminta manajemen melakukan window dressing atas dampak dari missmanagement atau salah kelola yang pernah dilakukan si komisaris tersebut saat dia menjadi direksi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com