Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Naikkan Iuran, BPJS Kesehatan Berpotensi Surplus Rp 1,76 Triliun

Kompas.com - 14/05/2020, 12:22 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 kembali menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan. Berdasarkan beleid tersebut, kenaikan tarif iuran berlaku mulai 1 Juli 2020.

Kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan alasan untuk menjamin layanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berkelanjutan.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha pun mengatakan, dengan besaran kenaikan tarif iuran, maka kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang tadinya defisit hingga 6,9 triliun tahun ini, bisa mencatatkan surplus hingga Rp 1,76 triliun.

"Dengan kondisi tadi harapannya BPJS Kesehatan 2020 bisa surplus, netnya Rp 1,76 triliun karena ada carry over (dari 2019) Rp 15,5 triliun," ujar Kunta ketika memberikan penjelasan dalam video conference, Kamis (14/5/2020).

Baca juga: Utang Jatuh Tempo BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit Capai Rp 4,4 Triliun

Sebagai informasi, besaran iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Perpres Nomor 64 2020, untuk iuran peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp 150.000 dari saat ini Rp 80.000, iuran peserta mandiri Kelas II meningkat menjadi Rp 100.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000 sementara untuk iuran peserta mandiri Kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500. Kendati demikian, pada 2021 mendatang subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Kunta pun menjelaskan, surplus bisa terjadi dengan beberapa syarat tertentu seperti halnya, bila BPJS Kesehatan berhasil melakukan optimalisasi bauran kebijakan sebesar Rp 5,2 triliun. Ini terdiri dari perbaikan kolektabilitas Rp 1,84 triliun dan efisiensi klaim layanan Rp 3,8 triliun.

"Dengan keputusan MA pasal 34 yang dibatalkan dengan kondisi BPJS Kesehatan sampai 13 Mei, BPJS Kesehatan masih ada klaim yang jatuh tempo sebesar Rp 4,4 triliun, ini belum dibayar. BPJS perlu ada perbaikan untuk mengatasi defisit," ujar Kunta.

Baca juga: Pemerintah Naikkan Lagi Iuran BPJS, Ini Kata Anak Buah Sri Mulyani

Adapun outstanding klaim yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan hingga 13 Mei 2020 mencapai Rp 6,2 triliun, dengan klaim yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,03 triliun.

Sebelumnya pada akhir tahun lalu Jokowi juga telah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen melalui Pepres 75 tahun 2019. Namun demikian, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran di dalam Perpres tersebut.

Kunta pun memaparkan, kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan perhitungan kemampuan membayar masyarakat. Sebab, jika dengan memperhitungkan angka aktuaria, nilai iuran yang dibayarkan seharusnya lebih besar.

"Kalau sesuai dengan aktuaria seharusnya kelas I bisa Rp 280.000, kelas III Rp 184.000 dan kelas III bisa di kisaran Rp 137.000. Tapi kita tidak tetapkan besaran iuran itu, tapi disesuaikan dengan kemampuan iuran membayar masyarakat," jelas Kunta.

Baca juga: DPR: Kok Tega-teganya Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com