Padahal, lanjutnya, jika sedang tidak ada garapan maka para petani ini kadang menjadi pedagang K5, di mana penghasilan per bulannya bisa melebihi tenaga honorer yang hanya berharap menjadi ASN!
Namun, biar bagaimanapun, yang diharapkan dari petani memang dari hasil panennya, bukan?
"Kesejahteraan petani dan buruh tani tidak bisa diukur hanya karena faktor luarnya saja, tetapi lebih disebabkan luas sempitnya dan subur gersangnya lahan garapan mereka," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Solo, Mei 1998: Mimpi yang Tak Pernah Dirindukan
Apa yang terjadi 22 tahun lalu, tepatnya Mei 1998 di Kota Solo, bagi Kompasianer Ayu Diahastuti memiliki kenangan tersediri.
Pada saat-saat itu, ia membayangkan bagai sedang mimpi buruk di siang hari.
Pergerakan mahasiswa yang terpusat di kampus UMS di daerah Pabelan, kenangnya, diusung sebagai aksi damai para mahasiswa, yang kemudian melakukan longmarch di bawah Sang Saka Merah Putih di sepanjang ruas Jalan Slamet Riyadi.
"Rumah saya kala itu berada di Kemlayan, tepat di jantung kota Solo. Sehingga pada saat konvoi anarkis massa dari arah Pabelan mulai meringsek masuk ke jantung kota, suasana terasa sangat mencekam," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
3. Refleksi untuk Amien Rais: Setiap Orang Ada Masanya, Setiap Masa Ada Orangnya
Dengan mundurnya Amien Rais dari partai yang ia usung bangun hingga ada niat untuk membentuk partai baru, mengingatkan Kompasianer Aldentua S Ringo atas ucapan temannya: Sudah cukuplah, Bang, setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan