Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Peradaban Manusia Seabad Mendatang

Kompas.com - 23/05/2020, 19:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Faktanya, sepertiga dari madu yang dikonsumsi Amerika Serikat, datang langsung dari sini.

Selain madu, wilayah Duotian juga merupakan daerah penghasil kepiting berbulu yang terkenal di China. Harga jualnya sekitar 60 dollar AS per kilogram, yang hanya bisa dimakan oleh orang-orang berpenghasilan menengah.

Mari kita ke Shouguang, Provinsi Shandong. Di sini dapat ditemukan jutaan gubuk "berkelip" di dataran. Itulah rumah kaca sayur-mayur dan buah, untuk mengendalikan suhu dan kelembaban.

Di rumah kaca, mereka dapat menanam semua jenis sayuran dan buah berbeda, beberapa kali per tahun—terlepas dari pengaruh musim. Hasil panen mereka pun melonjak lebih tinggi daripada lahan pertanian tradisional.

Selain itu, petani juga diharuskan memasang sistem pemantauan IoT (internet of things) di rumah kaca.

Melalui pendidikan ulang dan pelatihan, petani belajar menggunakan ponsel untuk memantau parameter lingkungan internal rumah kaca, seperti konsentrasi karbon dioksida, intensitas cahaya, suhu tanah, dan sebagainya.

Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB menunjukkan bahwa produksi dan konsumsi sayuran China sekitar 700 juta ton, yang merupakan 40 persen dari penghasilan total dunia.

Sebagian besar warga India adalah vegetarian, dan luas lahan yang ditanami lebih besar dari China, tetapi hasil nasional sayuran dan buah-buahan mereka hanya 180 juta ton.

Berkat rumah kaca, orang China dapat menikmati beragam jenis sayuran lebih murah dibanding penduduk negara lain di dunia—sepanjang tahun.

Pada dasarnya, China menempati peringkat teratas, hampir setiap jenis produksi sayuran nontropis.

Pemandangan serupa Shouguang, juga bisa ditemukan di Lhasa, Tibet. Daerah berkontur keras ini adalah penghasil sayur-mayur dan buah-buahan, terutama semangka. Fenomena ini merupakan hal baru bagi mereka, setelah sekian ratus tahun hanya bisa memakan daging yak, susu, keju, dan roti.

Di Kokdala, Xinjiang, yang berbatasan dengan Kazakhstan, ada cerita lain. Wilayah ini tergolong tandus.

Namun Pemerintah China melalui perusahaan negaranya, Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang, menyulap areal ini dengan teknologi irigasi tetes dari Israel.

Sebanyak 2,6 juta karyawan dan petani termasuk suku Uyghur, Han, dan Kazakh, ikut terlibat di dalamnya, untuk mengelola kebun tomat, cabai, melon, anggur, dan kapas.

Masih di Xinjiang, wilayah Hejing. Ada tanah yang sepenuhnya "merah" di tengah padang pasir. Itulah kebun miliaran tomat.

China menghasilkan 56,3 juta ton tomat dan mendominasi sepertiga kebutuhan dunia. Lebih dari 14 juta ton berasal dari Xinjiang.

Barangkali spageti Italia, kebab Turki, atau kecap yang ada di rumah Anda, berutang keringat pada para petani di sini.

Xingtai, di Hebei, merupakan keajaiban lain. Di sinilah sebagian besar tanaman China ditanam. Kota kecil tingkat keempat yang dihuni tujuh juta orang. Setiap desanya berisi sekitar 500 warga.

Wilayah yang lebih besar dihuni sekitar 10 ribu hingga 100 ribu pemukim. Di dataran tinggi Qingyang, Gansu, lahan seluas 640.000 km²--yang sebenarnya tidak cocok untuk menanam tanaman, kini telah beralih menjadi tanah subur.

Areal baru seolah muncul seperti "akar." Semua bukit diubah menjadi teras pertanian dan perhutanan.

Selain berhasil memanfaatkan teknologi, seperti penyulingan air laut untuk menanam padi, China mampu menyediakan makanan yang berlebih bagi 1,4 miliar rakyatnya.

Pelbagai makanan ditawarkan di meja makan mereka. Jauh lebih beragam dan murah dibanding tempat paling maju di muka bumi.

Setelah tulisan yang lumayan panjang ini, kami harap bangsa Indonesia belajar sesuatu yang lain tentang mereka, dan tahu harus bagaimana menghadapi tantangan zaman yang sudah dibentangkan di depan mata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com