Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Gula, Eksportir Era Hindia Belanda, Jadi Importir Usai Merdeka

Kompas.com - 25/05/2020, 13:41 WIB
Muhammad Idris

Penulis

"Orientasinya kalau mau swasembada gula atau bisa ekspor seperti zaman Belanda, naikkan rendemen, jangan terus bergantung impor," ujar Soemitro.

Beberapa waktu, untuk menurunkan harga gula, pemerintah melonggarkan kebijakan dengan menginzinkan gula rafinasi masuk ke pasar.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi sejatinya melarang gula rafinasi dijual di pasar eceran.

Baca juga: Harga Gula Mahal, Ini Penyebabnya Menurut Buwas

Produsen gula rafinasi juga dilarang menjual hasil produksinya ke distributor, pedagang pengecer, ataupun konsumen, tetapi langsung ke industri pengguna melalui kontrak kerja sama.

Akan tetapi, dengan alasan mengatasi kelangkaan dan menstabilkan harga, aturan itu dilanggar sendiri oleh pemerintah.

Pemerintah mengalokasikan 250.000 ton gula rafinasi untuk diolah menjadi gula konsumsi dan digelontorkan ke pasar. Sebanyak 99.000 ton di antaranya dijadwalkan mengalir ke ritel modern dan pasar tradisional mulai 29 April 2020.

Dikutip dari Harian Kompas, 23 Mei 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya indikasi praktik kartel untuk membatasi suplai dan memainkan harga gula beberapa bulan terakhir.

Menurut Komisioner KPPU, Guntur Saragih, ada indikasi harga gula dimainkan bersama oleh pelaku usaha, seperti pabrik gula besar dan perusahaan importir gula.

Baca juga: Buwas Desak Pedagang Gula Wajib Jual Gula Harga Sesuai HET

Ia menyoroti margin keuntungan yang cukup tinggi. Harga pokok produksinya terhitung rendah, yakni berkisar Rp 6.000 per kg, di pabrik yang paling efisien.

Berdasarkan kajian KPPU, pelaku usaha swasta yang memiliki kebun tebu sendiri dan pabrik yang efisien mampu memproduksi gula dengan harga pokok berkisar Rp 6.000-Rp 9.000 per kg. Demikian pula importir yang mengolah gula mentah menjadi gula konsumsi.

”Keuntungan mereka semakin signifikan dengan harga pasar yang sangat tinggi saat ini. Kalau dibandingkan dengan harga pasar saat ini yang mencapai Rp 17.500 per kg, marginnya bisa mencapai 190 persen,” kata Guntur.

Namun, kenyataannya harga gula tetap tinggi di pasaran dan terjadi merata di berbagai daerah. Indikasi ini menunjukkan para pemburu rente gula tidak bergerak sendiri, tetapi bekerja sama untuk membatasi suplai, kompetisi, dan menetapkan harga demi mengeruk keuntungan besar lewat penetapan harga eksesif.

”Ini yang sedang didalami, apakah di balik kenaikan harga gula ada pricing bersama-sama dari pelaku usaha? Modusnya masih kami dalami, tetapi indikasinya kuat karena harga masih sama-sama di atas HET, sementara pelaku usaha sudah mendapatkan harga yang cukup baik dengan kebijakan saat ini,” kata Guntur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

Whats New
Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Whats New
LPEI dan Diaspora Indonesia Kerja Sama Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

LPEI dan Diaspora Indonesia Kerja Sama Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

Whats New
Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Unilever Tarik Es Krim Magnum Almond di Inggris, Bagaimana dengan Indonesia?

Whats New
Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Simak 5 Cara Merapikan Kondisi Keuangan Setelah Libur Lebaran

Earn Smart
Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Studi Kelayakan Kereta Cepat ke Surabaya Digarap China, KAI: Kita Enggak Ikut

Whats New
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bisa Berimbas ke Harga Barang Elektronik

Whats New
Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Pendaftaran UM-PTKIN 2024 Sudah Dibuka, Ini Link, Jadwal, hingga Alurnya

Whats New
Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Rincian Harga Emas di Pegadaian Hari Ini 23 April 2024

Spend Smart
Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Pembentukan Badan Penerimaan Negara Masuk Dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2025

Whats New
Neraca Dagang RI Kembali Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Neraca Dagang RI Kembali Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Whats New
Sambut Putusan MK soal Sengketa Pilpres, Kadin: Akan Berikan Kepastian bagi Dunia Usaha

Sambut Putusan MK soal Sengketa Pilpres, Kadin: Akan Berikan Kepastian bagi Dunia Usaha

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com