Dalam mengelola reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran, manajer investasi akan melakukan penempatan pada instrumen surat hutang yang disebut obligasi.
Pada dasarnya obligasi mirip dengan deposito. Hanya saja jatuh temponya lebih panjang, mulai dari 2 tahun hingga 30 tahun. Penerbitnya ada perusahaan swasta dan juga pemerintah.
Umumnya perusahaan swasta jatuh temponya lebih singkat yaitu 2, 3, 5 dan 7 tahun. Untuk obligasi pemerintah bisa lebih panjang hingga 30 tahun.
Dalam menempatkan obligasi, ketika memilih perusahaan swasta risiko yang diwaspadai oleh Manajer Investasi adalah risiko gagal bayar dan risiko likuiditas.
Risiko gagal bayar mengacu pada kemampuan dan komitmen perusahaan dalam melunasi kupon dan pokok pada saat jatuh tempo. Sementara risiko likuiditas mengacu pada kemudahan untuk menjual obligasi untuk membayar perintah pencairan.
Untuk obligasi pemerintah, pada dasarnya tidak ada risiko gagal bayar. Risiko likuiditas juga relatif kecil karena relatif mudah untuk menjual obligasi pemerintah di pasar. Yang biasanya lebih diwaspadai adalah risiko fluktuasi harga.
Karena periode jatuh temponya yang lebih panjang, harga obligasi pemerintah terkadang bisa sangat fluktuatif. Terutama pada saat suku bunga berubah. Dalam kondisi ekstrem, turun sekitar 2 persen-3 persen atau lebih dalam 1 hari juga dimungkinkan.
Untuk obligasi swasta, risiko fluktuasi harga malah relatif kecil karena periode jatuh tempo yang lebih pendek dan kupon yang relatif besar sehingga perubahan harganya bisa ditutup dari kupon yang dibayarkan.
Secara teori, ketika suku bunga naik maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya jika suku bunga turun maka harga obligasi akan naik.
Dalam era new normal, penempatan pada obligasi swasta lebih menjadi perhatian utama. Manajer Investasi harus benar-benar yakin bahwa penerbit obligasinya memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan kewajibannya.
Jangan sampai ada moral hazard, dimana perusahaan sebenarnya masih mampu, tapi aji mumpung mendeklarasikan gagal bayar dan menyalahkan semuanya pada Covid-19. Padahal bisa saja, karena kegagalan dalam berbisnis dan atau spekulasi yang berlebihan.
Jadi dalam memilih obligasi korporasi, biasanya Manajer Investasi akan lebih selektif. Tidak hanya pada prospek bisnis, tapi juga pada kepada siapa pemegang sahamnya. Sebab pada akhirnya adalah keputusan pemegang saham untuk memilih membayar sesuai komitmen atau tidak.
Keunggulan obligasi korporasi adalah imbal hasil yang relatif tinggi, namun karena kurang likuid, perlu dikombinasikan dengan obligasi pemerintah. Investor juga perlu diedukasi dengan tidak melakukan transaksi jual beli secara aktif pada reksa dana pendapatan tetap.
Untuk strategi penempatan pada obligasi pemerintah, secara umum relatif tidak berubah. Manajer Investasi akan memperhatikan arah tren suku bunga.
Dalam kondisi perekonomian tertekan, arah bunga kelihatannya akan tetap atau turun untuk waktu 2-3 tahun mendatang. Sehingga penempatan pada obligasi pemerintah akan lebih agresif dengan memilih yang jatuh temponya lebih panjang.
Ada 2 pendekatan dalam mengelola reksa dana saham yaitu pendekatan pasif yang sering digunakan dalam reksa dana indeks dan pendekatan aktif yang terdapat pada reksa dana saham secara umum.
Untuk pendekatan pasif, strategi pengelolaan berfokus bagaimana kinerja reksa dana menyamai daripada indeks acuannya. Sementara untuk pendekatan aktif, strategi pengelolaan berfokus pada bagaimana mengalahkan pasar (umumnya IHSG)
Pada reksa dana pasif, biasanya kinerja reksa dana akan sama atau kurang lebih sama dengan indeks acuan. Sementara pada reksa dana aktif, bisa ada 3 kemungkinan, lebih baik daripada pasar, lebih buruk dari pasar, dan terkadang secara kebetulan sama dengan pasar.