Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lepas Status Dirut BUMN, Kini Wahyu Lebih Bahagia Jadi Petani

Kompas.com - 30/05/2020, 10:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Memiliki gaji lebih dari cukup plus menikmati sederet fasilitas, tak selamanya bisa membuat hati nyaman. Kondisi ini yang dirasakan Wahyu, eks Direktur Utama PTPN VIII yang kini mantap memilih terjun sebagai petani.

Selama puluhan tahun, karirnya malang melintang di sejumlah perusahaan pelat merah antara lain direksi di PT Pertani (Persero), Perum Bulog, dan terakhir di PTPN VIII.

Kepada Rini Soemarno, Menteri BUMN saat itu, Wahyu bulat mengajukan pengunduran diri sebagai Direktur Utama PTPN VIII yang baru dijabatnya kurang dari 2 tahun. Alasannya sederhana, ingin banting setir jadi petani.

Ancang-ancang jadi petani dan hidup di desa sebenarnya dipersiapkannya cukup lama. Dia menggarap lahan yang sudah dibelinya secara bertahap di daerah Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

"Sama sekali tidak ada basic pendidikan petani. Tapi saya besar di lingkungan dan orang tua petani di Ciamis. Jadi sudah niat dari dulu, berhenti bekerja dan bertekad jadi petani. Secara hati nurani, ternyata saya rasakan lebih nyaman bertani di desa daripada bekerja sebagai dirut di PTPN," kata Wahyu kepada Kompas.com pekan lalu.

Baca juga: Ladang Uang Ternak Ayam Kampung, Modal Kecil, Peluang Menjanjikan

Dirinya bercerita, lahan di Lembang seluas 2 hektar juga dibelinya secara bertahap dalam beberapa tahun karena keterbatasan uang. Dibantu dengan beberapa petani setempat, Wahyu menanam berbagai jenis sayuran dan puluhan varietas buah alpukat. Beternak kambing etawa juga dilakoninya. 

"Saya beli tanahnya sampai 2 hektare dicicil sejak 2012. Sedikit demi sedikit dirintis sejak 8 tahun lalu, termasuk bertani secara hidroponik. Dan sekarang saya senang alpukatnya saat ini sudah banyak yang berbuah," tuturnya.

Kecintaan pada alpukat

Sebagai petani buah, dirinya perlu fokus pada satu komoditas. Alpukat dipilih sebagai buah yang dikembangkannya secara luas di Lembang. Dengan banyaknya varietas alpukat lokal, dirinya punya harapan, alpukat bisa jadi komoditas ekspor yang menguntungkan untuk petani di masa mendatang.

"Saya pilih alpukat karena pertama di Indonesia ini varietasnya sangat banyak. Saking beragamnya, di Indonesia bahkan bisa lebih dari 100 varietas, baik yang di dataran tinggi maupun rendah," kata dia.

Baca juga: Memanen Untung dari Sayur Hidroponik, Bisnis yang Kebal dari Covid-19

Menurutnya, alpukat selama jadi buah yang pasarnya masih sangat luas, namun alpukat asal Indonesia relatif tak bisa berbicara banyak di pasar ekspor. Padahal, tren konsumsi buah ini juga terus meningkat seiring kesadaran akan pola hidup sehat.

Dari Dirut BUMN, Kini Wahyu Bahagia Jadi PetaniFacebook Wahyu Dari Dirut BUMN, Kini Wahyu Bahagia Jadi Petani

Di negara-negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura, buah dengan nama lain avocado ini banyak diimpor dari Australia dan negara-negara Amerika Latin. Hal ini yang sebenarnya bisa dijadikan peluang bagi petani Indonesia. 

Pasar domestik juga sangat menjanjikan. Buah ini hampir selalu laris manis di pasar lokal. Dia mencontohkan, alpukat yang dijual pedagang pinggir jalan maupun di pasar tradisional relatif memiliki kualitas yang kurang baik, namun tetap saja laris di pasaran.

"Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja, banyak orang mencarinya karena orientasi hidup sehat karena kolesterolnya yang sehat, artinya prospek pasarnya tetap bagus dan harganya juga selalu stabil," ujar jebolan Fakultas Peternakan Unpad tahun 1991 ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com