Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Meski Pandemi, Ekspor Pertanian April 2020 Capai 0,28 Miliar Dollar AS

Kompas.com - 03/06/2020, 10:21 WIB
Inadha Rahma Nidya,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, ekspor pertanian pada April 2020 mencapai 0,28 miliar dollar AS, atau tumbuh 12,66 persen dibanding tahun sebelumnya.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pada Januari-April 2020, sebanyak 12,24 persen ekspor nonmigas Indonesia didominasi lemak serta minyak hewan atau nabati sebesar 6,25 miliar dollar AS.

Pertanian dan olahannya memperlihatkan pertumbuhan yang positif. Ini merupakan sinyal positif dan angin segar,” kata Suhariyanto, di Jakarta, Selasa (2/6/2020), seperti dalam keterangan tertulisnya.

Kenaikan NTP

Di masa pandemi Covid-19, daya beli petani juga meningkatkan. BPS mencatat, Nilai Tukar Petani (NTP) pada subsektor peternakan mengalami kenaikan sebesar 0,27 persen atau 96,66 pada Mei 2020. Padahal sebelumnya, NTP subsektor peternakan hanya sebesar 96,40.

Baca juga: Ekspor Pertanian Tumbuh 12,66 Persen, BPS: Hanya Sektor Ini yang Naik

Suhariyanto menambahkan, kenaikan juga terjadi pada subsektor perikanan, yaitu sebesar 0,41 menjadi 99,11.

“Dua subsektor tersebut menjadi pembeda di antara subsektor lainnya yang mengalami penurunan,” kata Suhariyanto.

Untuk diketahui, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi, maupun biaya produksi.

Dengan begitu, upah nominal buruh tani pun mengalami kenaikan. Secara Month on Month (MoM), upah nominal pada April 2020 naik sebesar 0,12 persen dari bulan sebelumnya menjadi 55,318.

Baca juga: Bansos untuk Petani dan Nelayan Akan Diberikan secara Tunai

“Namun untuk upah rill cenderung stabil dikisaran 52,214 dan tidak terjadi perubahan signifikan,” kata Suhariyanto.

Meski begitu, Suhariyanto menekankan, terdapat tiga subsektor pertanian yang mengalami penurunan, yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,54 persen, subsektor hortikultura sebesar 0,58 persen, dan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,30 persen.

Suhariyanto menjelaskan, penyebab turunnya NTP pada tiga subsektor tersebut adalah penurunan harga beberapa komoditas.

“Misalnya pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, harga karet dan minyak sawit merah atau Crude Palm Oil (CPO) mengalami penurunan,” kata Suhariyanto.

Baca juga: Pasokan Sayuran Segar Dalam Negeri Melimpah, Indonesia Siap Ekspor

Oleh karena itu, NTP nasional pada Mei 2020 turun 0,85 dibanding NTP bulan lalu.

“Karena terdapat penurunan harga komoditas, NTP bulan ini di bawah 100,” kata Suhariyanto.

BPS juga merilis data inflasi Mei 2020, yang menunjukkan posisi rendah yaitu 0,07 persen.

Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, antara lain dukungan ketersediaan pangan pada Idul Fitri, serta penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Inflasi April 0,08 Persen, BI Sebut Dipengaruhi WFH hingga PSBB

“Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Hal tersebut menyebabkan penurunan permintaan dan perlambatan produksi,” kata Suhariyanto.

Kondisi ketersediaan pangan

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo telah melakukan berbagai terobosan untuk menjamim stok dan kelancaran distribusi pangan ke masyarakat.

Saat menjelang puasa dan lebaran misalnya, Syahrul menyatakan, pihaknya menghadirkan Toko Mitra Tani di setiap provinsi, serta menggandeng layanan transportasi berbasis online, marketplace, dan sejumlah startup bidang pertanian.

“Kami pun aktif melakukan operasi pasar dan distribusi bahan pangan dari daerah yang surplus ke daerah yang mengalami keterbatasan,” kata Syahrul.

Baca juga: Pasar Mitra Tani dan Upaya Kementan untuk Kemudahan Distribusi Pangan

Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Firdaus menegaskan, secara kumulatif kondisi ketersediaan pangan pokok nasional sudah mencukupi meski sebarannya belum merata.

Ia juga menegaskan, masing-masing wilayah memiliki keunggulan dan kapasitas produksi. Maka dari itu, sistem distribusi perlu ditata untuk mengurangi disparitas harga antarwilayah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com