Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelebihan dan Kekurangan Investasi Koin Emas Dinar

Kompas.com - 05/06/2020, 10:22 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Emas dinar bisa jadi salah satu pilihan investasi logm mulia yang relatif aman dan semakin diminati sejak beberapa tahun terakhir selain emas batangan dan perhiasan.

Dinar sendiri merupakan koin atau keping emas yang pada zaman dulu sering dipakai sebagai alat transaksi. Kini, dinar lebih sering sebagai sarana investasi ketimbang sebagai alat tukar.

Sebenarnya selain dinar, ada dirham yang terbuat dari perak. Sama halnya dengan dinar, dirham juga banyak digunakan sebagai pengaman aset agar tak tergerus inflasi.

Saat ini, dua keping emas dan perak ini mulai dilirik sebagai alternatif investasi. Bahkan, banyak kalangan yang menggunakan dua koin logam mulia ini sebagai mahar pernikahan, hadiah, hingga pembayaran zakat.

Baca juga: Apa Perbedaan Emas Batangan Antam Vs UBS?

Dinar di Indonesia diproduksi salah satunya oleh PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. Beberapa perusahaan perhiasan emas swasta juga merilis produk koin emas dinar.

Dinar Antam ada dua jenis, yakni dinar Au 91,7 persen atau dinar dengan kandungan emas 91,7 persen (22 karat).

Lalu ada dinar fine gold 99,99 persen atau dinar dengan kandungan emas 99, 99 persen (24 karat). Untuk beratnya tersedia dari bobot 1 dinar (4,25 gram), ½ dinar, ¼ dinar, 2 dinar, dan 4 dinar.

Untuk harga emas dinar, koin 1 dinar produksi Antam 91,7 persen dijual seharga Rp 3.319.425. Lalu untuk koin 1 dinar dengan kandungan emas 99,99 persen dijual di harga Rp 3.608.250 (1 dinar berapa rupiah).

Baca juga: 5 Keuntungan Punya Tabungan Emas Batangan

Lalu apa keuntungan investasi dinar?

Sama seperti halnya emas batangan, nilai emas cenderung selalu naik setiap tahunnya, sehingga menyimpan emas hampir tak memiliki risiko nilainya tergerus inflasi.

Saat ekonomi Indonesia dan global diliputi ketidakpastian biasanya akan memicu kenaikan harga emas, termasuk harga koin dinar.

Koin dinar juga merupakan alat tukar yang diakui secara global. Meski di Indonesia tak lazim digunakan sebagai alat tukar, di sejumlah negara, khususnya negara-negara Timur Tengah, dinar populer digunakan sebagai alat transaksi atau bisa juga dicairkan dengan uang tunai sesuai harga emas yang berlaku (lukuid).

Dinar juga selayaknya logam mulia lain, sehingga bisa dijual di toko-toko emas. Bahkan harga jualnya cukup tinggi jika dijual di kalangan tertentu sesama pengguna dinar.

Baca juga: Berniat Investasi Emas? Coba Cermati Stabilitas Harganya

Berdasarkan hukum Syari'ah Islam, dinar adalah uang emas murni yang memiliki berat 1 mitsqal atau setara dengan 1/7 troy ounce yang berpedoman pada Open Mithqal Standard (OMS).

OMS adalah standar untuk menentukan berat dan ukuran dinar dan dirham modern. Standar ini juga dikenal sebagai standar Nabawi karena berusaha untuk menduplikasi koin dinar dan dirham yang digunakan di zaman awal perkembangan Islam.

Kendati demikian, investasi dinar juga memiliki beberapa kekurangan. Di Indonesia, dinar dianggap pemerintah sebagai perhiasan, sehingga dikenakan pajak sebesar 10 persen.

Dinar memang memiliki harga tinggi jika dijual di komunitas dinar dan dirham, namun jika menjualnya di toko emas, seringkali dihargai sesuai dengan kadar emasnya saja.

Baca juga: Investasi Emas Antam, Berapa Labanya?

Selain itu, dinar berbeda dengan emas batangan. Dinar oleh Antam dibuat dalam kepingan koin dengan gambar-gambar menarik sehingga biaya produksinya cukup tinggi, ini membuat dinar lebih mahal dibandingkan dengan emas batangan dengan berat dan kandungan emas yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com