Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insentif untuk Industri Penerbangan Perlu Ditebar Secara Adil

Kompas.com - 05/06/2020, 17:41 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pagebluk virus corona (Covid-19) memukul industri penerbangan di seluruh dunia, termasuk pula Indonesia.

Larangan bepergian hingga pembatasan sosial otomatis membuat penerbangan penumpang harus dibatalkan. Di Indonesia saja, ditaksir puluhan ribu penerbangan tidak dapat dioperasikan akibat pandemi.

Tidak bisa dihindari, permasalahan pun akhirnya menggulung industri penerbangan, tidak kecuali maskapai. Akibatnya, baru-baru ini kita mendengar arus pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan terpaksa dilakukan.

Baca juga: PHK di Industri Penerbangan Bisa Dihindari, jika...

Ridha Aditya Nugraha, dosen Program Studi Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya dengan spesialisasi Hukum Udara dan Antariksa menyebut, dalam kondisi seperti ini, industri penerbangan nasional darurat insentif dari pemerintah. Insentif ini akan berguna demi kelangsungan hidup maskapai.

Namun demikian, penting diperhatikan bahwa insentif yang diberikan pemerintah jangan hanya untuk maskapai pelat merah.

Maskapai-maskapai swasta pun perlu diperhatikan dan diberi insentif lantaran menghadapi tantangan yang sama.

"Penggunaan insentif atau subsidi yang berlaku untuk semua, tidak cuma Garuda sebagai BUMN dan Citilink," kata Ridha ketika berbincang dengan Kompas.com, Kamis (5/6/2020).

Ia menuturkan, insentif yang diberikan kepada maskapai jangan dipandang untuk membuat maskapai kaya. Namun, insentif ini untuk menjamin keberlangsungan operasional hingga dapat kembali normal pasca Covid-19.

Baca juga: Insentif Belum Terealisasi, Badai PHK di Industri Penerbangan Semakin Nyata

Sebab, perlu disadari bahwa dalam menjalankan bisnisnya, keuntungan yang diperoleh maskapai sangat tipis.

"Pemberian insentif atau dana suntikan atau subsidi, kita sekarang sedang diuji di Indonesia. Kalau perspektifnya hanya menyelamatkan BUMN, maka ujiannya adalah sekarang," terang Ridha.

 

Menurut dia, kehadiran maskapai swasta yang saat ini melayani penerbangan penumpang perlu diperhitungkan. Misalnya, Lion Air Group yang mengoperasikan penerbangan dengan maskapai Lion Air, Batik Air, dan Wings Air.

Apapun alasannya, maskapai-maskapai itu memiliki jasa yang besar dalam merajut konektivitas di wilayah Indonesia yang berupa kepulauan. Ini termasuk berbagai rute di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

"Konektivitas harus diakui mungkin satu-satunya mereka. Apakah mereka akan ditinggalkan?" jelas Ridha.

Baca juga: Penerbangan Kembali Dibuka, Asosiasi Travel Agent Tak Bisa Jual Tiket

Selain itu, ia memberi contoh adalah AirAsia Indonesia. Meskipun induk usahanya berada di Malaysia, namun AirAsia Indonesia merupakan badan hukum Indonesia dan mempekerjakan warga negara Indonesia.

Demikian pula dengan maskapai-maskapai swasta lainnya yang turut berjasa dalam merajut konektivitas di Tanah Air.

Oleh sebab itu, idealnya pemerintah merangkul semua maskapai yang ada di Indonesia dengan memberikan perlakuan yang sama. Sebab, tanpa bantuan dari pemerintah, beban yang dipikul maskapai sangat besar di tengah pandemi.

Umpamanya adalah utang atau kewajiban yang harus tetap dibayarkan kepada perusahaan leasing pesawat. Selain itu, ada pula biaya operasional lainnya termasuk menjamin para karyawan tetap memiliki pekerjaannya.

"Menjadi ujian sekarang bagi pemerintah, apakah bisa menerapkan national treatment bagi semua maskapai nasional kita," ujar Ridha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com