Keuntungan yang besar, membuat Mangkunegara IV berinisiatif membangun pabrik gula baru lagi. Maka pada tahun 1871, berdirilah PG Tasikmadu yang letaknya tak jauh dari PG pertama.
Pada tahun 1942 saat Jepang masuk ke Hindia Belanda, banyak tenaga kerja dipaksa ikut romusha untuk menanam padi, tanaman jarak, dan kapas. Kebijakan pemerintah militer Jepang ini membuat pabrik gula terlantar.
Estafet kekuasaan lalu beralih ke pemerintah republik setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia. Oleh pemerintah, Praja Mangkunegaran dihapuskan dan PG Colomadu dialihkan menjadi milik Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI).
Tahun 1957, baik perkebunan maupun pabrik gula dikendalikan oleh Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) yang merupakan cikal bakal PTPN. Tahun 1968 atau setelah reorganisasi perusahaan-perusahaan perkebunan negara, pabrik gula ini kemudian menjadi bagian dari PTPN XVI yang berpusat di Solo.
Perkembangan Kota Solo yang semakin pesat membuat luasan perkebunan tebu terus menyusut. Sebagian Kota Surakarta saat ini, merupakan daerah dari pengembangan perkotaan di atas lahan-lahan yang dulunya digunakan sebagai area tebu Pabrik Gula Colomadu.
Baca juga: Mampir ke Royal Besaran, Tempat Peristirahatan Mangkunegara IV
Lantaran kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku tebu akibat alih fungsi lahan, produksi gula terus menyusut dari tahun ke tahun. Tahun 1996, reorganisasi kembali dilakukan pemerintah dengan memasukkan PG Colomadu masuk dalam aset PTPN IX (Persero).
Puncaknya, tahun 1997, adalah tahun terakhir masa giling tebu di pabrik gula tersebut dan secara resmi berhenti beroperasi pada tahun 1998. Selain menyusutnya bahan baku tebu, mesin yang menua dan krisis ekonomi membuat pabrik gula ini tak bisa lagi dilanjutkan.
Bangunan maupun mesin PG Colomadu akhirnya terlantar hingga kemudian direvitalisasi oleh Kementerian BUMN pada tahun 2017 saat era Menteri BUMN Rini Soemarno.
Pendayagunaan lahan eks Pabrik Gula Colomadu dikelola oleh beberapa BUMN, yaitu PT PP (Persero) Tbk, PT PP Properti Tbk, PT Taman Wisata Candi Prambanan, Borobudur, dan Ratu Boko (Persero), serta PT Jasa Marga Properti yang membentuk konsorsium bernama PT Sinergi Colomadu.
Sinergi beberapa BUMN inilah yang melakukan investasi dan revitalisasi pada eks Pabrik Gula Colomadu.
Tahap pertama revitalisasi, gedung eks PG Colomadu dengan luas bangunan 1,3 hektar di atas lahan 6,4 hektare dengan tetap mempertahankan nilai dan kekayaan historis yang ada, dimanfaatkan menjadi venue bernilai sejarah dan manfaat komersil.
Kementerian BUMN kemudian melakukan re-branding bekas Pabrik Gula Colomadu ini menjadi De Tjolomadoe. Beberapa peninggalannya sengaja dipertahankan utuh seperti stasiun gilingan, stasiun ketelan, dan stasiun penguapan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.