Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Jangan Buru-buru Ekspor Benih Lobster

Kompas.com - 07/06/2020, 10:13 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Perikanan Suhana, menyarankan pemerintah untuk menunggu hasil riset Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dalam mengekspor benih lobster.

Ekspor benih lobster yang sejatinya plasma nutfah tak bisa hanya berdasarkan asumsi semata, atau hanya rekomendasi dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).

Dia mengimbau, pemerintah hendaknya mengikuti aturan yang telah ada dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12/2020 yang mewajibkan riset Komnas Kajiskan sebelum menentukan kuota mengekspor benih untuk para pelaku usaha.

"Ya saya kira KKP tidak perlu terburu-buru di dalam melakukan ekspor benur, lebih bagus silakan kaji dulu. Komnas kajiskan sesuai dengan Permen KP 12/2020 melaksanakan fungsinya dulu," kata Suhana saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/6/2020).

Adapun saat ini, Komnas Kajiskan belum sama sekali melakukan riset khusus soal benih lobster. Potensi lobster yang ada di Indonesia dinilai hanya asumsi belaka sehingga angkanya berubah-ubah.

Sementara menurut hasil kajian BRSDM KKP, potensi benih lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus) sebesar 278.950.000 ekor di 11 WPP-NRI.

"Kalau lihat kronologis datanya benih lobster yang disampaikan oleh KKP itu selalu berubah-ubah. Ada yang menyatakan sekian ratus miliar, ada yang nenyatakan sekian puluh miliar. Artinya mmg belum ada kajian khusus benih lobster," papar Suhana.

Padahal, metode riset yang dilakukan Komnas Kajiskan sangat komprehensif, mulai dari metode statistik hingga metode sampling lapangan baik melalui citra maupun secara langsung.

"Kalau hanya mengacu pada rekomendasi nota dinas BRSDM, artinya itu hanya melanggar Permen itu sendiri. Aturan dibuat sendiri, dilanggar sendiri. Makanya ini menimbulkan pertanyaan, kenapa terburu-buru seperti ini?" ucap Suhana.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, belum ada kajian yang bisa diacu secara resmi terkait benih lobster di perairan RI berlebih.

Alih-alih berlebih, Hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) yang dipublikasikan tahun 2016 menunjukkan, potensi pemanfaatakan benih lobster dan lobster besar diperairan RI sebagian besar berada pada posisi yang kritis.

Tercatat, 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) berada pada zona merah (over exploited) dan dan 5 lainnya pada zona kuning (fully exploited).

"Dan acuan (peraturan perundang-undangan/riset Komnas Kajiskan) ini sebetulnya disyaratkan. Nah ini menurut saya agak aneh. Ini mal administrasi bisa jadi," ungkap Halim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com