JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengingatkan pemerintah agar membuat estimasi besaran anggaran yang dikucurkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebelum membuat kebijakan.
Wakil Ketua BPK, Agus Joko Pramono mengatakan, pemerintah perlu membuat estimasi anggaran agar kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998 dan kasus Bank Century tahun 2008 tak kembali terulang.
"Pemeriksaan investigatif pernah kita lakukan, yaitu untuk kasus Bank Century dan kasus BLBI. Ini untuk dijadikan early warning terhadap kondisi ekonomi sekarang sebetulnya," kata Agus dalam konferensi video di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Baca juga: Faisal Basri: PEN Harusnya Jadi Momen Kebangkitan
Agus mengungkap, ada 1 kelemahan dalam kasus BLBI dan Bank Century yang tidak boleh terulang kembali dalam kondisi pandemi Covid-19.
Saat itu, Agus menyebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak mengetahui jumlah utang dan jumlah beban yang dibutuhkan untuk menalangi (bailout).
Di kasus Century misalnya, Menteri Keuangan yang menjabat waktu itu telah menandatangani kebijakan bailout sekitar Rp 670 miliar. Namun, kebutuhan membengkak menjadi Rp 7 triliun.
"Ini nampaknya terjadi sekarang (dalam program PEN). Kenapa? Angka yang dibutuhkan terus meningkat, karena tidak memitigasi dulu besarannya sebelum membuat kebijakan. Tapi kami sudah berikan warning kepada pemerintah," ungkap Agus.
Baca juga: CORE: Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 677 Triliun Masih Jauh Dari Ideal
Lebih lanjut Agus mengungkap, aset-aset BLBI dan Bank Century masih menimbulkan jejak persoalan dan membekas di laporan keuangan pemerintah pusat.
"Padahal (BLBI) kejadiannya sudah terjadi dari 1998. Dengan bekal pengetahuan ini, maka kita mitigasi risiko agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama," kata Agus.
Baca juga: Sri Mulyani Tambah Anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Jadi Rp 677,2 Triliun
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.