Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Jepang Tembus Rp 170.800 Triliun, Kok Bisa?

Kompas.com - 11/06/2020, 09:40 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Jepang baru-baru ini diketahui telah menambah utang senilai 2 triliun dollar AS untuk membiayai paket stimulus sebagia bantalan perekonomian di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Dilansir dari AFP, Kamis (11/6/2020) besaran utang Jepang tersebut mencapai 2,5 kali lipat dari keseluruhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Jepang pun saat ini berupaya untuk mengelola yield surat utang pemerintah padda level yang sangat rendah serta kepercayaan investor tetap tinggi untuk menghindari default.

Secara keseluruhan, bank sentral setempat Bank of Japan (BoJ) pada akhir 2019 mencatatkan tingkat utang Negeri Sakuta mencapai 1.328 yen atau setara dengan 12,2 triliun dollar AS sekitar Rp 170.800 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS).

Baca juga: Dana Kompensasi Belum Sepenuhnya Tutupi Utang Pemerintah ke BUMN

Nilai tersebut setara dengan lebih dari setengah utang Amerika Serikat. Namun demikian, jumlah tersebut jauh lebih besar dari total nilai perekonomian Jepang, setara dengan 240 persen dari PDB negara itu.

Untuk diketahui, tumpukan utang Jepang mulai membengkak pada tahun 1990an ketika gelembung pasar keuangan dan properti negara itu meletus dan menimbulkan efek yang merusak prekonomian negara itu.

Dengan paket stimulus serta populasi penduduk yang menua dengan begitu cepat, Jepang perlu untuk melakukan dorongan bagi jaminan layanan kesehatan serta sosial. Pada akhir tahun 1990, tingkat utang Jepang telah menembus 100 persen dari PDBnya.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan tingkat utang Jepang terus meningkat hingga menembus level 200 persen pada tahun 2010 dan saat ini berada pada level 240 persen dari PDB.

Beberapa waktu lalu pun, parlemen Jepang sepakat untuk menggelontorkan anggaran sebesar 117 triliun yen sebagai langkah-langkah anti virus corona. Dengan demikian, tingkat utang terhadap PDB bisa menembus level 250 persen.

Namun demikian, penumpukan utang tersebut dinilai tidak terlalu bermasalah, Pasalnya, untuk membiayai utang tersebut pemerintah Jepang melakukan penerbitan surat utang yang disebut dengan JGB (Japanese Government Bond).

Bank sentral setempat pun membeli surat utang tersebut dalam volume yang besar. Pasalnya, meski bank sentral merupakan lembaga independen dalam praktiknya erat mengoordinasikan kebijakan ekonomi dengan pemerintah.

Dalam upaya untuk mendukung perekonomian di tengah pandemi, BoJ pun menghapus plafon yang diberlakukan untuk membeli JGB. Dengan demikian, bank sentral memiliki daya beli tanpa batas. Saat ini, BoJ memegang lebih dari semua surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah setempat.

Dengan demikian, BoJ menjaga harga JGB di pasar surat utang seklaligus menjaga agar imbal hasil obligasi pemerintah tetap rendah.

Artinya, pada dasarnya dalam mengelola keuangan di tengah pandemi pemerintah Jepang didanai oleh bank sentral dengan tingkat bunga yang sangat rendah (atau bahkan negatif). Hal tersebut membuat pembiayaan pemerintah bisa lebih berkelanjutan.

"Kondisi tingkat sangat rendah yang diciptakan oleh kebijakan moneter yang sangat akomodatif oleh BoJ dapat menjadi salah satu alasan bahwa gunungan utang Jepang tak terlalu bermasalah dibandingkan dengan negara-negara dengan utang yang tinggi di seluruh dunia," kata ekonom Nomura Bank Takashi Miwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com