Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Corona, OECD Prediksi Resesi Global Terburuk dalam 100 Tahun

Kompas.com - 11/06/2020, 12:44 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) memperingatkan risiko resesi ekonomi akibat pagebluk virus corona.

Dilansir dari CNBC, Kamis (11/6/2020), OECD menyebut, pagebluk virus corona semakin membuat dunia terseret dalam jurang resesi terburuk di luar periode perang dalam 100 tahun.

Kebijakan lockdown yang ketat dan larangan bepergian yang diterapkan negara-negara di seluruh dunia menyebabkan kemerosotan tajam dalam aktivitas bisnis.

Baca juga: Terpukul Virus Corona, AS Alami Resesi Ekonomi pada Februari 2020

Rantai pasok global terhambat, kesenjangan, dan tingkat utang melonjak. Tingkat keyakinan konsumen dan dunia usaha pun anjlok.

"Dampak ekonomi (akibat virus corona) sangat buruk sekali di manapun. Pemulihannya akan lambat dan krisis akan memiliki dampak yang bertahan lama, secara tidak proporsional memengaruhi golongan masyarakat yang paling rentan," tulis OECD dalam laporan Economic Outlook yang dirilis hari ini.

Kepala ekonom OECD Laurence Boone menjelaskan, ketidakpastian yang dihadapi saat ini sangat tinggi.

Namun demikian, imbuh Boone, OECD mengekspektasikan kegiatan ekonomi akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan.

 "Kita akan melihat kenaikan, yang kemungkinan perbaikan akan seperti bentuk V, sejalan dengan sejumlah sektor mulai dibuka kembali dan dapat bekerja," jelas Boone.

Baca juga: Bank Dunia: Akibat Pandemi, Ekonomi Global Bakal Alami Resesi Terburuk dalam 80 Tahun Terakhir

Bentuk V yang dimaksud adalah perbaikan signifikan yang terjadi setelah ada penurunan tajam dalam kegiatan ekonomi.

"Akan tetapi, karena (sektor) pariwisata, hiburan, dan sejenisnya tidak bisa bekerja seperti sebelumnya, maka sulit untuk bentuk V ini mulai dengan cepat kemudian merangkak ke atas seperti kondisi sebelummya," ujar Boone.

OECD merilis dua proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Asumsi pertama, ada gelombang kedua pandemi virus corona, serta asumsi kedua adalah gelombang kedua dapat dihindari.

Dalam skenario pertama, OECD menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi alias minus 7,6 persen sepanjang tahun ini.

 

Adapun jika tidak ada gelombang kedua penularan virus corona, OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan minus 6 persen pada tahun 2020. 

"Kedua skenario ini suram, karena kegiatan ekonomi belum dan tidak bisa kembali ke normal di tengah situasi ini," terang OECD. 

Lembaga itu menyebut, pada akhir tahun 2021, hilangnya pendapatan akan melampaui resesi-resesi sebelumnya dalam 100 tahun terakhir di luar periode perang.

Dampak yang sangat parah akan dirasakan oleh masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com