Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Wilayah RI Paling Rawan Illegal Fishing, Natuna yang Pertama

Kompas.com - 12/06/2020, 20:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa mengatakan, ada beberapa wilayah perairan RI yang paling rawan dikuasai para pelaku maling ikan (illegal fishing).

Dia menuturkan, Indonesia perlu mengawasi betul-betul wilayah yang paling rawan agar sumber daya ikan nasional bisa dinikmati oleh masyarakat. Caranya, pangkalan bagi kapal-kapal pengawas (KKP, Bakamla, TNI AL) perlu dibangun di wilayah tersebut.

"Hanya satu saat ini yang tersedia, yaitu pangkalan untuk kapal-kapal patroli yang berada di Selat Lampa (Natuna Utara) untuk mendukung patroli di WPP 711," kata Otta, panggilan akrabnya, dalam acara webinar, Jumat, (12/6/2020).

Baca juga: Masyarakat Keluhkan Naiknya Tagihan Listrik, Ini Kata Erick Thohir

Mantan Koordinator Staf Khusus Satgas 115 ini menuturkan, titik rawan masih ditemukan pada 6 wilayah laut RI bila mempelajari pola perilaku pencuri ikan di tahun 2015-2019.

Berdasarkan Ocean Data Inventory (ODI) yang baru dikeluarkan pada Juni 2020, 6 wilayah laut yang paling rawan yakni Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 572 Samudra Hindia sebelah barat Sumatera, WPP 711 Laut Natuna Utara dan perairan Selat Karimata, serta WPP 714 Teluk Tolo dan Laut Banda.

Tiga lainnya, yakni WPP 717 perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, WPP 716 perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera, serta WPP 718 perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur.

Sementara data Global Fishing Watch AIS memperlihatkan, masih terdeteksi keberadaan kapal-kapal asing di perbatasan WPP 711, 716, 717, dan 718 pada tahun 2020, dengan kecepatan gerak kapal di bawah 3 knot.

Baca juga: Luhut: Pemerintah Incar Turis Berkantong Tebal dan Kurangi Turis Level C

"Kehadiran mereka di perbatasan dengan pergerakan yang sangat lambat mengindikasikan adanya kegiatan IUUF di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kita," ucap Otta.

Natuna Utara paling rawan

Lebih lanjut Otta menyebut, Natuna Utara merupakan wilayah yang paling rawan pencurian ikan. Dua negara asal kapal asing yang banyak melakukan pelanggaran di sana berasal dari China dan Vietnam.

Baca juga: Utang Belum Lunas, Lapindo Tawarkan Tanah Terdampak Lumpur ke Pemerintah

Alasan kapal asing menangkap ikan di perairan RI ada 3, yaitu langkanya sumber daya ikan di negaranya, ambisi untuk tetap menjadi major exporter ikan di dunia, dan meningkatnya konsumsi ikan dalam negeri.

Berdasarkan data FAO 2019, stok ikan Vietnam dalam kondisi yang telah dieksploitasi secara berlebihan, sehingga kondisi ikan menjadi tidak produktif.

"Sementara Tiongkok karena wilayah Laut China, mengalami over fishing dan pemerintah Tiongkok melakukan moratorium penangkapan ikan sejak tahun 1995," pungkas Otta.

Baca juga: Siap-siap, Ditjen Pajak Periksa Laporan SPT Mulai 1 Juli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com