Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Setelah N245 dan R80 Dihapus dari Daftar Proyek Strategis Nasional...

Kompas.com - 15/06/2020, 12:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR Mei lalu, pemerintah memutuskan untuk menghapus dua proyek pengembangan pesawat terbang, yaitu pesawat N245 dan R80, dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

Maka bermunculanlah kekecewaan dari banyak pihak, terutama tentu saja dari pihak penggagas kedua proyek tersebut. Dari sekian banyak refleksi dari kekecewaan itu, sebagian besar mengutarakan sangat menyesalkan keputusan tersebut.

Mereka merasa bahwa tidak atau kurang adanya keberpihakan dari pengambil keputusan terhadap gagasan yang dinilai sangat strategis dan akan menguntungkan Indonesia ke depan.

Kekecewaan yang mendalam pada kasus ini tentu saja kemudian menjalar kepada beberapa keputusan sebelumnya yang “dinilai” juga sebagai kurang adanya keberpihakan dari para pengambil keputusan terhadap karya bangsa sendiri.

Keputusan dalam beberapa tender sebelumnya, dimana produk produk dalam negeri yang kerap dikalahkan secara “tidak adil” dengan memenangkan produk luar negeri menjadi mengemuka dalam berusaha memaklumi proses keluarnya N245 dan R80 dari daftar PSN.

Memaklumi bahwa memang ada “interest” berbeda dalam jajaran pengambil keputusan.
Intinya adalah muncul penilaian bahwa pengambil keputusan lebih senang untuk memberikan peluang bagi produk luar negeri dibanding dengan produk bangsa sendiri walau harganya jauh lebih murah.

Baca juga: Aceh Pesan Pesawat N219 dari PTDI

Tentu saja penilaian ini masih perlu “diuji”, sebelum menjadi sebuah penilaian sahih yang akan merugikan kita semua nantnya. Dari daftar keputusan yang dinilai tidak atau kurang berpihak pada produk dalam negeri adalah tentang pengadaan beberapa alutsista dan juga pengadaan pesawat terbang sipil komersial.

Salah satu diantaranya adalah saat pengambil keputusan beberapa waktu lalu lebih memilih pesawat M60 dibanding dengan pesawat CN235 misalnya. Juga tentang pengadaan pesawat latih militer buatan sendiri yang dinilai jauh lebih murah dan efisien dibanding produk luar negeri.

Mencermati kembali tentang di coretnya pesawat terbang N245 dan R80 dari daftar PSN, diyakini para pengambil keputusan sudah melakukan pembahasan dan kajian yang mendalam. Tidak juga dapat diambil kesimpulan sederhana, bahwa mereka tidak mendukung produk bangsa sendiri yang membanggakan serta memiliki sikap yang semata selalu berorientasi kepada produk luar negeri.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah lalu mengapa N245 dan R80 di coret dari daftar PSN. Untuk pertanyaan ini ada banyak sekali kemungkinan jawabannya.

Dari berbagai sekian banyak kemungkinan, maka ada beberapa kemungkinan yang paling mungkin. Misalnya saja, bahwa para pengambil keputusan tidak yakin atau kurang percaya bahwa proyek N245 dan R80 akan dapat selesai sesuai dengan rentang waktu yang diharapkan.

Di tengah merebaknya Pandemi Covid-19 belakangan ini menjadi sangat logis pula bila hal tersebut dihubungkan, terutama dengan skala prioritas penggunaan dana yang menjadi sangat terbatas, sehubungan dengan upaya penanggulangan Covid 19.

Dalam aspek “kepercayaan” terhadap produk dalam negeri, bisa saja para pengambil keputusan mengacu kepada “performance” produk dalam negeri yang selama ini, dinilai sebagai kurang optimal

Penilaian dalam lebih memilih M60 dibanding dengan CN235, pasti akan berangkat dari bagaimana keberadaan CN235 ketika digunakan oleh MNA (Merpati Nusantara Airlines) pertama kali misalnya.

CN235 dengan produk yang hanya bisa terbang dibawah 1 atau 2 jam untuk dapat meraih nilai ekonomi dalam bisnis Maskapai Penerbangan karena keterbatasan “pay load” atau daya muat, pasti akan mengurungkan keputusan untuk memilihnya kembali.

Belum lagi dalam hal kesulitan untuk memperoleh suku cadang ketika pesawat masuk dalam perawatan atau mengalami gangguan operasional.

Demikian pula dengan beberapa produk lainnya yang banyak mengalami penundaan dari kalender kegiatan yang sudah dijadwalkan dalam perencanaan.

Baca juga: PTDI Mulai Produksi Pesawat N219 Tahun Depan

Yang paling mutakhir adalah realita proyek kebanggaan bersama pesawat terbang N219 yang sudah beberapa kali mundur dari jadwal semula dan bahkan sampai sekarang masih belum juga usai berkutat dalam urusan yang sangat mendasar yaitu sertifikasi.

Kecurigaan terhadap salah urus dalam tata kelola pabrik pesawat terbang menjadi mencuat pula setelah belakangan ini ternyata KPK telah turun tangan dan menetapkan beberapa tersangka pada tingkat top manajemen.

Beberapa hal itulah yang bisa saja menjadi kemungkinan bagi alasan dari dicoretnya N245 dan R80 dari daftar PSN.

Sebaliknya, kekecewaan terhadap pengambil keputusan pasti akan juga menjalar kepada tata kelola menajemen pengadaan barang yang telah menghasilkan beberapa tersangka pula di kancah dunia peradilan tingkat nasional.

Sampai di sini, maka permasalahannya menjadi jelas yaitu bahwa tidak atau kurang adanya kepercayaan timbal balik dari pengambil keputusan dan para penggagas produk pesawat terbang buatan dalam negeri.

Dengan demikian maka pekerjaan besarnya adalah bagaimana mencari titik temu (kepercayaan) dari kedua belah pihak sehingga cita-cita untuk memperoleh kemampuan menghasilkan pesawat terbang sendiri yang sangat dibutuhkan oleh negeri ini dapat tercapai.

Pihak pengambil keputusan harus dapat diyakinkan oleh performa dari pihak penggagas ide, dalam hal ini yang paling berperan adalah pabrik pesawat terbang PTDI.

Di sisi lainnya yang merupakan tantangan bagi PTDI adalah dapat memproduksi pesawat terbang yang berkualitas, sesuai jadwal perencanaan. Demikian pula harus mampu menjamin ketersediaan suku cadang yang dibutuhkan, baik bagi kebutuhan operasional penerbangan maupun kebutuhan untuk siklus perawatan.

Baca juga: Pesawat Ilham Habibie R80 Ditargetkan Terbang Perdana Tahun 2021

Diyakini tidaklah mudah bagi PTDI untuk menyelesaikan semua ini. Kaderisasi SDM dan peremajaan peralatan teknik untuk keperluan dukungan proses produksi pesawat terbang telah cukup lama terhenti.

Tanpa dukungan dari pemerintah, kiranya akan sulit sekali bagi PTDI dapat bangkit kembali untuk memperoleh kepercayaan.

Kepercayaan sebagai jaminan bagi para pengambil keputusan untuk merasa yakin bahwa kita memang mampu menghasilkan sebuah produk yang handal. Sebuah kerja besar yang harus kita lakukan bersama-sama, terutama kalangan stake holder penerbangan nasonal.

Kini, sudah saatnya untuk menyusun ulang roadmap kedirgantaraan dengan orientasi pengembangan penerbangan nasional yang mapan, lintas rejim dan lintas generasi.

Terlepas dari itu semua, maka sebenarnya kemampuan membuat pesawat terbang sendiri, bagi sebuah negara besar yang begitu luas dan berujud kepulauan serta memiliki banyak kawasan pegunungan adalah merupakan kebutuhan primer.

Kebutuhan yang sangat mendesak apabila kita tidak ingin ditinggalkan oleh negara-negara lain. Jalur perhubungan udara adalah alat pemersatu bangsa dan penjaga garda depan bagi eksistensi NKRI.

Di sisi lainnya, patut disadari bahwa kedirgantaraan atau “Air and Space” adalah masa depan umat manusia. Air and Space are Our Future !

Nenek Moyangku Orang Pelaut, anak cucuku Insan Dirgantara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com