JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menilai, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mesti bertanggung jawab atas berbagai kasus lonjakan tagihan listrik yang dialami sejumlah pelanggan.
PLN juga harus memperbaiki kualitas petugas pencatat meter yang biasa mendatangi rumah pelanggan.
Anggota Ombudsman RI Laode Ida mengatakan, kebijakan PLN untuk tidak menggunakan jasa petugas pencatat meter saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menimbulkan tanda tanya. Sebab, kebijakan tersebut tidak memiliki aturan dasar yang jelas.
Baca juga: Pemerintah: Belum Semua Aduan Tagihan Listrik Sertakan Bukti
Selain itu, alasan PLN yang berupaya menghindari penyebaran virus Corona melalui petugas pencatat meter juga tidak sepenuhnya tepat.
"Petugas PLN ini bekerja sendiri dan tidak bersentuhan dengan orang lain di rumah warga,” kata dia, Senin (15/6/2020).
Laode juga mempertanyakan kinerja petugas pencatat meter PLN yang justru pada akhirnya menimbulkan kenaikan tagihan listrik pelanggan secara signifikan dan tidak wajar, terutama untuk tagihan di bulan Juni.
PLN pun harus bisa mempertanggungjawabkan kekeliruan seperti itu.
"Padahal, perhitungan meter listrik itu bukan ilmu sosial, melainkan ilmu pasti yang seharusnya bisa dinilai secara tepat," ungkapnya.
Baca juga: Masyarakat Keluhkan Naiknya Tagihan Listrik, Ini Kata Erick Thohir
Sebagai informasi, PSBB yang diberlakukan untuk menekan kasus virus corona menyebabkan PLN tidak melakukan pencatatan meter, sehingga tagihan listrik bulan April 2020 lalu menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian 3 bulan sebelumnya.
Pada bulan April, baru 47 persen petugas PLN yang melakukan pencatatan meter untuk tagihan bulan Mei akibat kebijakan PSBB masih berlaku di beberapa daerah.