Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serapan Anggaran Penanganan Covid-19 Rendah, Bakal Berimbas Pada Perekonomian?

Kompas.com - 18/06/2020, 09:31 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Serapan anggaran penanganan pandemi virus corona yang dialokasikan pemerintah masih rendah.

Untuk anggaran penanganan kesehatan yang besarnya mencapai Rp 87,55 triliun, realisasinya hingga saat ini baru 1,54 persen.

Seleain itu, insentif dunia usaha realisasinya baru 6,8 persen dari Rp 120,61 triliun, insentif UMKM baru 0,06 persen dari Rp 123,46 triliun, serta untuk anggaran sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah baru 3,65 persen dan Rp 106,11 triliun.

Baca juga: Sri Mulyani: Saya Berdoa Tidak Terjadi Gelombang Kedua Covid-19

Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, serapan anggaran penanganan pandemi, khususnya untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berlangsung lambat bisa berpengaruh terhadap upaya pemerintah untuk mendorong perekonomian yang tengah tertekan.

Namun demikian, pihaknya meyakini pada kuartal III atau IV, serapan anggaran tersebut bakal membaik seiring dengan aktivitas sosial dan perekonomian yang sedang dilonggarkan.

"Saya kira hal ini sangat disadari oleh pemerintah. Dan serapan anggaran akan semakin membaik di kuartal III dan IV bersamaan dengan dilonggarkannya aktivitas sosial ekonomi," ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (17/6/2020).

"Dengan demikian perlambatan ekonomi bisa ditahan," ujar dia.

Piter pun menjelaskan, dengan anggaran stimulus yang dialokasikan pemerintah, tidak serta merta mampu mengembalikan perekonomian tumbuh seperti normal.

Anggaran stimulus tersebut dialokasikan sebagai upaya untuk menahan laju ekonomi yang lebih lambat akibat pandemi.

"Jadi untuk mempercepat penanganan wabah, membantu Masyarakat terdampak, dan meningkatkan daya tahan dunia usaha sehingga bisa siap melakukan recovery ekonomi. Jadi ukuran efektivitas dari stimulus pemerintah bukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti saat normal," ujar dia.

Terancam Bergerak ke Skenario Sangat Berat

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, perekonomian Indonesia terancam bergerak dari skenario berat menjadi sangat berat hingga akhir tahun.

Hal tersebut terindikasi dan tekanan yang sangat berat terhadap perekonomian akibat pandemi virus corona (Covid). Untuk diketahui, pemerintah memiliki dua skenario pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akibat pandemi.

Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, BKPM Koreksi Target Realisasi Investasi 2020

Skenario pertama, yaitu skenario berat, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih tumbuh di kisaran 2,3 persen. Sementara untuk skenario kedua, pertumbuhan ekonomi bakal mengalami kontraksi sebesar 0,4 persen.

"Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hanya 2,97 persen, ini menunjukkan koreksi aktivitas ekonomi dan mengindikasikan tekanan berat sepanjang 2020," jelas Febrio dalam konferensi video di Jakarta, Rabu (17/6/2020).

"Ekonomi terancam bergerak dari skenario berat menjadi sangat berat," ujar dia.

Febrio pun mengatakan untuk itu penanganan pandemi di dalam negeri harus terus diperkuat dan dilaksanakan secara efektif. Dengan demikian, pemulihan diharapkan bisa berjalan secara bertahap.

Menurut dia, dibutuhkan upaya luar biasa (extraordinary) dari pemerintah untuk mengantisipasi kondisi tersebut.

Pemerintah, kata dia, telah melakukan realokasi dan refocusing anggaran pada tiga hal, yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan bantuan untuk dunia usaha guna menahan kejatuhan ekonomi.

"Yang kita lakukan di 2020 ini akan menetukan di 2021," ujar dia.

 

Baca juga: Covid-19 Mewabah, Sejumlah Startup Digital Ini Malah Untung

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, perekonomian RI berada dalam tekanan paling berat pada kuartal II tahun ini.

Hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) yang dilakukan serentak di banyak wilayah di Indonesia pada periode April hingga Maret 2020.

Dengan demikian, kuartal II tahun ini, pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 3,1 persen.

"Meski kuartal I masih tumbuh 2,97 persen, tapi kuartal II kontraksi akan terjadi karena ini memang full PSBB diberlakukan di berbagai tempat dengan kontribusi ekonomi yangs angat besar, seperti Jakarta, Jawa tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat," jelas Sri Mulyani dalam video conference, Selasa (16/6/2020).

Adapun lembaga multilateral seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memroyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau minus 2,8 persen hingga 3,9 persen.

Angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan skenario sangat berat oleh pemerintah yang memerkirakan pertumbuhan ekonomi tumbuh negatif 0,4 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com