JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia menilai belanja pemerintah di beberapa bidang prioritas seperti pendidikan dan kesehatan masih rendah dan tidak efisien.
Dalam hasil kajian bertajuk Public Expenditure Review Spending for Better Result, Bank Dunia melihat efisiensi belanja tetap menjadi tantangan di bidang-bidang prioritas lainnya, meski belanja program bansos menjadi lebih efisien.
Program bansos yang dinilai mengalami peningkatan yakni Program Keluarga Harapan (PKH).
Baca juga: Hingga Akhir Mei 2020, Pemerintah Sudah Salurkan Bansos Rp 61,4 Triliun
Sementara program-program yang kurang efektif seperti beras bersubsidi untuk masyarakat miskin alias Beras Sejahtera (Rastra) dalam proses dihapus.
Sayangnya, hal ini tidak diikuti oleh bidang lainnya. Bank Dunia mengemukakan, di bidang lainnya sumber daya tidak selalu dialokasikan untuk intervensi yang paling efektif.
"Di bidang pendidikan dan kesehatan, intervensi-intervensi dengan dampak tertinggi belum mendapatkan prioritas. Misalnya, walaupun manfaat investasi yang sudah terbukti dalam pendidikan dan pengembangan anak usia dini, belanja PAUD di bidang pendidikan tetap rendah," kata ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia Ralph Van Doorn dalam peluncuran Public Expenditure Review, Senin (22/6/2020).
Sementara itu di bidang kesehatan, baik di tingkat pusat dan daerah, belanja dan layanan lebih diarahkan untuk perawatan episodik kuratif alias pengobatan alih-alih untuk preventif yang hemat biaya.
Baca juga: Bappenas: Belanja Negara Belum Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Selain pendidikan dan kesehatan, belanja di bidang infrastruktur seperti belanja untuk konstruksi baru dan administrasi lebih menjadi prioritas dibanding dengan operasi dan pemeliharannya. Utamanya untuk pembangunan irigasi serta air minum dan sanitasi.
"Selain itu, kebijakan sektoral dan sistem layanan yang kurang efisien menghambat perbaikan hasil-hasil pembangunan, seperti kurangnya orientasi kinerja dalam bidang pendidikan, lemahnya koordinasi belanja di bidang pasokan air minum, keputusan perencanaan perumahan yang buruk, dan sebagainya," ucap Van Doorn.
Van Doorn menyebut, belanja pemerintah untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik dibatasi oleh kendala sistemik lintas sektoral.
Meskipun setiap sektor memiliki program dan tantangan yang unik, ada beberapa masalah lintas sektoral yang umumnya menghambat upaya untuk meningkatkan kualitas belanja di Indonesia.
Baca juga: Sri Mulyani: Realisasi Anggaran Kesehatan Masih Kecil, Baru 1,54 Persen
Tantangan pertama adalah tantangan pengelolaan keuangan negara. Masih ada hambatan sistemik di semua sektor meski ada banyak kemajuan dalam pengelolaan keuangan, seperti proses perencanaan 5 tahunan yang lebih kuat.
Hambatan sistemik dimulai dari ketidak-konsistenan antara arsitektur perencanaan, arsitektur penganggaran, kerangka pengelolaan kinerja, dan struktur organisasi pemerintah.
"Konsep money follow program tidak dapat sepenuhnya dijalankan karena program-program dalam struktur perencanaan disusun berdasarkan prioritas rencana nasional, sedangkan struktur penganggaran disusun berdasarkan struktur organisasi," ungkap dia.
Baca juga: Kemenkeu Tegaskan Anggaran Penanganan Covid-19 Rp 695,2 Triliun
Adapun 4 tantangan lainnya antara lain, tantangan koordinasi antar-lembaga dan antar tingkat pemerintah, transfer fiskal ke daerah tidak mendorong kinerja, sistem dan informasi tidak memadai, dan kendala terhadap peran serta sektor swasta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.