Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanja Kesehatan RI Rendah, Terbentur Tata Kelola dan Akuntabilitas

Kompas.com - 24/06/2020, 15:06 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia mengemukakan, total belanja kesehatan Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara pembanding.

Dalam hasil kajian bertajuk Public Expenditure Review Spending for Better Result, Bank Dunia melihat total pengeluaran kesehatan (TPK) Indonesia adalah sebesar 3,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka ini berada di antara yang terendah di dunia, terutama dibandingkan dengan rata-rata negara berpenghasilan menengah ke bawah yang sekitar 6,1 persen dari PDB.

Baca juga: Industri Alat Kesehatan dan Farmasi Masuk ke Program Industri 4.0

"Begitu pun dengan rata-rata negara di kawasan Asia Timur Pasifik sebesar 7,4 persen dari PDB," sebut kata ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia, Ralph Van Doorn dalam peluncuran Public Expenditure Review, Rabu (24/6/2020).

Dia pun menilai, belanja pemerintah di sektor kesehatan terbentur masalah tata kelola dan akuntabilitas. Koordinasi yang buruk di antara para pemangku kepentingan utama telah mempersulit dilakukannya penilaian efisiensi belanja kesehatan.

"Sebagai gantinya, kami melihat langkah-langkah yang lebih agregat dari efisiensi sistem kesehatan, seperti Tingkat Pelaksanaan Anggaran (TPA) dan rasio klaim JKN di mana keduanya memiliki kinerja yang buruk di Indonesia," papar Van Doorn.

TPA dengan perbedaan yang signifikan antara perkiraan anggaran dan pengeluaran aktual mencerminkan ketidakefisienan salam perencanaan pelaksanaan anggaran.

Baca juga: Sri Mulyani: Realisasi Anggaran Kesehatan Masih Kecil, Baru 1,54 Persen

Namun hal itu tidak mengherankan, karena tidak ada mekanisme untuk mengkonsolidasi alokasi, penggunaan, dan kinerja semua sumber saya sektor kesehatan berdasarkan prioritas strategis nasional

Pertama, tidak ada permintaan untuk penilaian rutin belanja sektor kesehatan. Akibatnya, kualitas rencana kerja tahunan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) gagal mengartikulasi rantai hasil yang jelas dengan target rencana sektor lima tahunan (Renstra) atau RPJMN.

"Kedua, pembiayaan dan kinerja dikaji oleh lembaga-lembaga yang berbeda. Kemenkeu mengkaji data pembiayaan, sementara Pemda dan Kemenkes masing-masing mengkaji kinerja secara terpisah. Ini membatasi kegunaan capaian yang dilaporkan," tutur Van Doorn.

Untuk rasio klaim JKN, di mana melebihi 100 persen beberapa tahun ini mencerminkan adanya masalah pada sisi pendapatan dan pengeluaran.

Di sisi pendapatan, estimasi aktuaria telah mengindikasi skema JKN kekurangan sumber daya untuk manfaat besar yang diberikan.

Baca juga: Belanja Layanan Kesehatan Rendah Dinilai Persulit Pelacakan Kasus Corona

Ada beberapa alasan, yakni premi tidak ditetapkan berdasarkan perkiraan aktuaria yang baik, premi ditetapkan berdasarkan asumsi semua orang akan ikut serta.

"Namun dalam praktiknya, sektor informal dan non-pekerja bergabung secara sukarela," sebut Van Doorn.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com