Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Tantangan Berat Dunia Penerbangan Sipil Komersial di Indonesia

Kompas.com - 26/06/2020, 12:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BILA kita mengikuti perkembangan dari dunia penerbangan sipil komersial di Indonesia pada rentang waktu dua dekade belakangan ini menjadi sangat menarik. Khususnya, tentu saja sampai dengan akhir tahun 2019 saat pandemi virus corona (Covid-19) mulai datang menjelang.

Perkembangan dari pertumbuhan penumpang setiap tahunnya berada dalam grafik yang menanjak sangat mencengangkan. Beberapa catatan menunjukkan bahwa pertumbuhan penumpang pada beberapa tahun sempat mencapai 10 sampai dengan 15 persen per annum.

Pergerakan harga tiket pesawat terbang, sejak tahun 2000-an, terus menunjukkan grafik yang menurun dan disambut dengan riang gembira oleh banyak orang. Para pengguna jasa angkutan darat dan laut langsung hijrah menggunakan moda angkutan udara yang tidak hanya cepat , aman, nyaman dan tepat waktu, akan tetapi juga relatif “aman” dan “murah”.

Murahnya tiket pesawat terbang telah membuat pertumbuhan penumpang demikian tinggi, akibat dari antusiasme banyak orang yang berpindah ke moda angkutan udara. Banyaknya kecelakaan yang terjadi, turunnya tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia pada skala Internasional selama lebih kurang 10 tahun (2007 sd 2017), tidak banyak berpengaruh.

Kesemua itu terlihat dari bagaimana tumpahan penumpang di Cengkareng yang langsung saja dialirkan ke Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Demikian pula yang terjadi pada beberapa Pangkalan Angkatan Udara di daerah-daerah seperti Jogyakarta, Bandung dan Malang. Pemerintah bahkan bergerak cepat membangun Bandara baru di Jogyakarta dan di Kertajati serta beberapa lainnya di berbagai tempat.

Baca juga: Tarif Bawah Tiket Pesawat Naik, Akhir Era Tiket Murah?

Tentu saja hal tersebut adalah sebagai respons dari telah “ramai dan padatnya” beberapa Bandara yang sudah terlihat serupa dengan terminal Bus atau Stasiun Kereta Api. Sebaliknya Stasiun-stasiun Kereta Api, terutama Stasiun KA Gambir dan Senen justru telah menjadi tertib dan relatif “sepi” penumpang.

Kepadatan air traffic yang tidak bisa dihindarkan sebagai akibat dari pertumbuhan penumpang yang spektakuler telah memunculkan ide untuk menggeser daerah latihan Angkatan Udara ke kawasan selatan pulau Jawa. Ide muncul, karena lama waktu pesawat di darat untuk antri take off dan landing telah menjadi keluhan banyak penumpang, di jam sibuk pada beberapa Bandara terutama di Cengkareng.

Menjelang akhir 2018 dan awal tahun 2019, mendadak sontak muncul keributan baru dalam dunia penerbangan kita yang mengeluhkan kenaikan harga tiket yang dinilai sebagai tidak masuk akal. Beberapa tiket untuk rute domestik justru lebih mahal dari tiket untuk tujuan ke luar negeri.

Muncullah banyak seminar, pertemuan FGD dan aneka wawancara di radio dan televisi membahas tentang mahalnya harga tiket pesawat terbang rute domestik.

Baca juga: KPPU Putuskan Tujuh Maskapai Bersalah Terkait Kenaikan Harga Tiket Pesawat

Tidak atau kurang disadari bahwa pada era tiket murah, telah terjadi demikian banyak kecelakaan dan juga bubar dan bangkrutnya banyak Maskapai Penerbangan. Diikuti pula turunnya tingkat keselamatan penerbangan Indonesia dengan berbagai larangan terbang ke beberapa negara terutama Uni Eropa.

Era tiket murah juga telah memaksa pihak regulator mengeluarkan peraturan tentang harga tiket yang dikenal dengan peraturan tarif batas atas dan tarif batas bawah. Sebuah regulasi yang merupakan refleksi dari betapa “parah” nya persaingan yang terjadi di lapangan dalam menentukan harga jual tiket yang murah berkait persaingan pada rute ‘gemuk”.

Pada tahun 2017 peringkat keselamatan penerbangan Indonesia telah berhasil kembali naik dan bahkan penilaian akhir menunjukkan bahwa Indonesia sudah melampaui atau mencapai nilai yang above global average.

Seiring dengan itu jumlah Maskapai Penerbangan telah banyak menyusut jumlahnya sebagai akibat dari persaingan sangat ketat yang terjadi. Sementara itu beberapa Bandara baru sudah mulai diresmikan penggunaannya.

Akhir tahun 2018 kurs dollar merangkak naik dan harga avtur melonjak, sehingga tidak dapat dihindarkan lagi membuat harga tiket penerbangan domestik melonjak tajam. Maka bermunculanlah tuduhan-tuduhan kongkalikong, kartel, duopoli dan sebagainya terhadap Maskapai Penerbangan yang memang jumlahnya sudah mengerucut tinggal sedikit.

Sebenarnya sangat mudah dicermati bahwa kenaikan harga tiket ketika itu adalah berhubungan dengan beberapa hal yang berkembang. Tingkat keselamatan penerbangan yang meningkat adalah hasil dari peningkatan kinerja regulator dalam hal , antara lain pengawasan yang diperketat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com