Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Dipajaki, Ini yang Mau Diatur Kemenhub Soal Sepeda

Kompas.com - 01/07/2020, 05:31 WIB
Muhammad Idris

Penulis

“Kalau waktu saya kecil, saya mengalami sepeda disuruh bayar pajak dan sebagainya. Mungkin bisa ke sana. Tapi ini sejalan revisi UU 22/2009, sudah diskusi dengan Korlantas Polri,” kata dia.

Baca juga: Kemenhub Bantah Bakal Pungut Pajak Sepeda

Budi mengaku, pihaknya juga sudah melakukan kajian di negara-negara yang kecenderungan penggunaan sepeda meningkat guna menghindari kontak fisik di kereta atau angkutan massal lainnya akibat pandemi Covid-19, salah satunya Jepang.

Namun, dia menjelaskan, terdapat perbedaan tujuan penggunaan moda ramah lingkungan tersebut. Di Jepang terutama Tokyo, masyarakat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi dari rumah ke kantor atau tempat perbelanjaan.

“Di Indonesia sekarang ini sepeda lebih untuk kegiatan olahraga dan jalan ramai-ramai, kemudian foto-foto. Sebenarnya, diharapkan sepeda ini dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari,” ungkap Budi.

Pajak sepeda

Indonesia, saat masih bernama Hindia Belanda, sebenarnya pernah menerapkan sepeda kena pajak di era Kolonial Belanda.

Baca juga: Permintaan Sepeda Melonjak di Tengah Pandemi, Masyarakat Rela Inden

Pemerintah kolonial sudah menerapkan pajak kepada tiap pemilik sepeda, dengan peneng dipasang di bagian depan sepeda.

Peneng, atau juga dikenal dengan nama plombir, adalah materai yang berasal dari timah, kertas, bahan plastik, dan bahan lain yang merupakan tanda bahwa kita telah membayar pajak kendaraan.

Plombir dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menarik pajak dari kendaraan seperti sepeda, becak, dan andong.

Besarnya pajak sepeda berbeda-beda di setiap wilayah, dan pemerintah kolonial memungut pajak ini untuk merawat jalan raya. Setelah itu, pemerintah pendudukan Jepang tetap mempertahankan penerapan pajak demi membiayai perang.

Baca juga: Penyebab Kabel Kopling Sepeda Motor Cepat Putus

Pengumuman terhadap besaran dan batas waktu pembayaran pajak sepeda muncul di surat kabar, dan cara ini bertahan hingga Indonesia merdeka.

Penerapan pajak sepeda mulai longgar seiring berkurangnya jumlah sepeda di kota-kota besar di Indonesia pada 1970-an. Secara resmi, pajak sepeda tidak lagi berlaku usai diterbitkannya UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Saat ini, beberapa negara malah menerapkan insentif untuk pemilik sepeda. Belanda contohnya. Negara yang jadi surga pesepeda ini memberikan insentif untuk warganya agar beralih dari kendaraan beemotor ke sepeda.

Kementerian Infrastruktur Belanda mencoba mengatasi ketergantungan pada mobil dengan mendorong skema tunjangan yang memungkinkan para komuter untuk dibayar oleh perusahaan dengan bersepeda.

Baca juga: Bukan Folding Bike, Ini 5 Sepeda Polygon Termahal

Para pengendara sepeda dapat mengklaim 0,19 euro atau sekitar Rp 3 ribu dari tempat mereka bekerja untuk setiap kilometer jarak yang ditempuh menggunakan sepeda ke kantor.

Artinya, jika seseorang bersepeda sejauh 10 kilometer per hari dan lima hari dalam seminggu, mereka dapat memperoleh sekitar Rp 7,5 juta per tahun dari manfaat bebas pajak.

Negara lain yang memberikan insentif bagi pengguna sepeda antara lain Selandia Baru, Perancis, Italia, dan Belgia.

(Sumber: KOMPAS.com/Rully R Ramly, Gading Perkasa, Vina Fadhrotul Mukaromah | Editor: Erlangga Djumena, Wisnubrata, Rizal Setyo Nugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com