Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Ahli Hukum UI soal Polemik Pejabat Negara Jadi Komisaris BUMN

Kompas.com - 01/07/2020, 09:59 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI mencatat ada 397 komisaris BUMN yang merangkap jabatan. Selain itu, terdapat pula 167 komisaris di anak perusahaan BUMN yang diketahui rangkap jabatan.

Ombudsman sendiri belum mendapatkan data di tahun 2020 untuk komisaris BUMN yang rangkap jabatan. Data tersebut didapatkan dari Kementerian BUMN langsung. Namun, angka tersebut merupakan data pada 2019.

Sebanyak 42 orang yang ditunjuk jadi komisaris BUMN tercatat berasal dari pejabat negara di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sisanya berasal dari Kementerian BUMN, PUPR, Kemenhub, Kemensetneg, serta TNI dan Polri.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengatakan dari aspek hukum, sah-sah saja seorang pejabat eselon di instansi pemerintah melakukan rangkap jabatan di perusahaan-perusahaan BUMN.

Baca juga: BPK Bantah Pejabat Aktifnya Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN

"Dalam tata kelola di perusahaan berbentuk perseroan terbatas kepentingan pemilik atau pemegang saham dicerminkan dalam keanggotaan direksi dan dewan komisaris," kata Hikmahanto dalam pesan singkatnya, Rabu (1/7/2020).

Menurut dia, komisaris ditempatkan Kementerian BUMN di perusahaan-perusahaan pelat merah dalam kapasitasnya sebagai wakil pemerintah sebagai pemegang saham.

"Hal ini karena pemilik atau pemegang saham tidak dapat hadir dan mengelola perusahaan setiap saat," ujar Hikmahanto.

Diungkapkannya, untuk memastikan kepentingan pemegang saham yakni pemerintah, maka kewenangannya didelegasikan kepada anggota dewan komisaris dan anggota direksi yang ditunjuk.

Baca juga: Mengintip Gaji Pejabat Kemenkeu yang Rangkap Jabatan Komisaris BUMN

"Untuk diketahui di BUMN agar kepentingan negara terwakili maka anggota direksi dan dewan komisaris diangkat oleh Kementerian BUMN yang mewakili negara," kata dia.

Ia berujar, anggota direksi dapat dipilih dari berbagai kalangan dan anggota tersebut harus bekerja secara penuh. Ini mengingat direksi melakukan pengurusan sehari-hari perseroan atau perum.

Sementara untuk dewan komisaris yang melakukan fungsi pengawasan terhadap direksi, maka mereka tidak bekerja secara secara penuh.

"Untuk mewakili kepentingan negara maka ditunjuk para pejabat yang berasal dari instansi pemerintah," tutur Hikmahanto.

Baca juga: Pejabat Pemerintah Rangkap Komisaris BUMN, Stafsus Erick Thohir: Wajar...

"Mengapa berasal dari pemerintah? Hal ini karena pejabat di pemerintahan mempunya sistem kerja komando. Para pejabat akan loyal terhadap atasannya, termasuk negara," kata dia lagi.

Dikatakannya, penunjukan pejabat negara sebagai komisaris BUMN bisa dibenarkan. Menurut dia, untuk menjaga kepentingan negara di BUMN, maka para pejabat yang menduduki jabatan di pemerintahan merangkap jabatan di BUMN.

"Tanpa kehadiran para pejabat di BUMN dikhawatirkan pengawasan untuk menjaga kepentingan negara tidak dapat dilakukan secara maksimal," ujar Hikmahanto.

Perangkapan jabatan dari pejabat pemerintah memang akan memberi remunerasi yang lebih. Hal ini karena dalam persero atau perum memang para pihak yang menjabat dalam organ berhak atas remunerasi.

Baca juga: Ombudsman Nilai Anggota TNI/Polri Aktif Dilarang Jadi Komisaris BUMN

"Remunerasi yang diterima merefleksikan tanggung jawab dari para pejabat yang mengelola perusahaan. Oleh karenanya wajar bila para pejabat yang mendapat tugas sebagai komisaris di BUMN memperoleh remunerasi," ucap Hikmahanto.

Sebelumnya, Ombudsman mempersoalkan rangkap jabatan dan penghasilan ganda yang diterima pejabat negara yang rangkap jabatan komisaris BUMN.

“Jadi kalau kita lihat sekian banyak ini (komisaris) menyebar di kebanyakan BUMN yang rata-rata tidak mempunyai pendapatan yang signifikan, belum untung yang bagus. Bahkan beberapa ada yang masih merugi,” ujar Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam konferensi pers virtual, Minggu (29/6/2020).

Berdasarkan data dari Ombudsman, orang-orang tersebut diketahui selain menjadi komisaris BUMN juga memasih aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN) serta anggota TNI dan Polri.

Baca juga: Kenapa Adian Napitupulu Kritik Pengangkatan Komisaris BUMN Era Erick Thohir?

“Masalah double payment kalau dibiarkan juga ini tampaknya akan membuat kepercayaan publik buruk dan melihat BUMN sebagai tempat untuk mencari penghasilan lebih dan agak aneh kalau saya lihat sampai itu terjadi,” kata dia.

Alamsyah menjelaskan, jika hal tersebut terus terjadi bisa memperburuk citra BUMN. Atas dasar itu, Ombudsman akan memberi masukan ke pemerintah agar hal tersebut tidak terus terjadi.

“Kita seperti melecehkan BUMN itu sendiri. Maka, concern Ombudsman memperbaiki sistem, bukan pada orangnya,” ucap dia.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, mencuatnya isu rangkap jabatan di BUMN tak hanya terjadi pada era Menteri Erick Thohir.

Baca juga: Era Erick Thohir, 22 Anggota TNI/Polri Masuk Jajaran Komisaris BUMN

“Isu mengenai rangkap jabatan ini kan merupakan isu pengulangan, artinya 5 tahun lalu pun pernah disampaikan juga oleh Ombudsman. Jadi bukan isu baru,” ujar Arya dalam keterangannya, Senin (29/6/2020).

Arya menjelaskan, BUMN merupakan perusahaan milik pemerintah. Atas dasar itu, dia menilai wajar jika ada utusan pemerintah yang ditempatkan di perusahaan tersebut.

“Maka, wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan tersebut ataupun dari lembaga lainnya yang punya kaitan industri tersebut ataupun kebutuhan untuk masalah hukum,” kata dia.

Selanjutnya, kata Arya, jabatan komisaris di BUMN bukan merupakan jabatan struktural. Sehingga, orang yang ditempatkan di posisi tersebut tak perlu datang ke kantor setiap hari.

“Yang namanya komisaris tersebut bukan jabatan struktural atau fungsional dan dia bukan day to day bekerja di situ, dia kan fungsinya pengawasan,” ucap dia.

Baca juga: Politikus hingga Jenderal Jadi Komisaris BUMN, Bagaimana Proses Seleksinya?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com