JAKARTA, KOMPAS. com - Baru-baru ini diwartakan penumpang pesawat yang gagal terbang lantaran menunggu hasil rapid test Covid-19 yang lamban.
Hasil rapid test yang baru keluar setelah dua jam menyebabkan penumpang ketinggalan penerbangan mereka. Akhirnya, penumpang baru bisa terbang keesokan harinya.
Dengan kondisi tersebut, siapa sebenarnya pihak yang harus bertanggung jawab? Sebab, penumpang menderita kerugian. Sebagai contoh, kegiatan yang sudah diagendakan sesuai jadwal menjadi batal.
Baca juga: Penumpang Lion Air Gagal Berangkat akibat Rapid Test Lamban
Menurut Ridha Aditya Nugraha, akademisi dan dosen Program Studi Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya dengan spesialisasi Hukum Udara dan Antariksa, kondisi luar biasa (extraordinary circumstances) akibat pandemi virus corona menyebabkan perlindungan konsumen berada di tingkat terendah.
Manajemen penundaan penerbangan atau delay management pun menjadi tantangan bagi maskapai penerbangan dan operator bandara.
"Akan tetapi, salah satu amanat perlindungan konsumen adalah right to care," kata Ridha ketika berbincang dengan Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (1/7/2020).
Dalam hal ini, imbuhnya, maskapai sudah menjalankan kewajibannya dengan baik, yakni memberikan alternatif penerbangan berikutnya kepada penumpang.
Hal ini yang diterapkan Lion Air dalam kasus batal terbang akibat hasil rapid test yang lambat terhadap penumpang penerbangan Bengkulu-Jakarta, Senin (29/6/2020).
Baca juga: Cerita Penumpang Lion Air Batal Terbang, 2 Jam Tunggu Hasil Rapid Test
Adapun yang dimaksud dengan right to care adalah memberikan perhatian kepada penumpang di luar kompensasi berupa uang. Sebagai contoh, pemberian makanan dan minuman maupun penginapan akibat penundaan atau pembatalan penerbangan.
Akan tetapi, saat ini pemberian kompensasi berupa makanan dan minuman tidak dimungkinkan karena adanya protokol kesehatan Covid-19.
Selain itu, jangan sampai pemberian kompensasi makanan dan minuman malah membuat protokol kesehatan dilanggar dan menciptakan beban baru.