Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Bappenas Sebut Ada Pejabat Eselon I yang Dapat Bansos

Kompas.com - 01/07/2020, 19:41 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengakui praktik penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah yang tak tepat sasaran.

Bahkan, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyatakan, banyak orang-orang yang tinggal di rumah gedongan Jakarta yang dipaksa menerima bansos.

Selain itu, dia juga mengatakan, ada pejabat eselon I di kantornya yang masuk di dalam daftar penerima bansos.

Baca juga: Sri Mulyani Usul Pelaksanaan Program Bansos dan Subsidi Digabung

"Kita tau misalnya orang-orang yang mampu rumahnya gedongan di Jakarta tapi dipaksa untuk menerima. Bahkan di kantor saya eselon I dapat," ujar Suharso ketika melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR RI, Rabu (1/7/2020).

Lebih lanjut dia menjelaskan, penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran tersebut disebabkan lantaran bansos masih menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang belum diperbarui.

Dirinya pun tak menyalahkan Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai penanggung jawab sekaligus pihak yang mengelola DTKS.

"Ya mungkin dipakai data yang lama bukan Kemensos yang salah bukan dia yang salah. Waktu pemutakhiran tahun berapa," ujar dia.

Baca juga: Ada Temuan Beras Bansos Tak Layak Konsumsi, Apa Kata Buwas?

Sebelumnya, Menteri Sosial Juliari Batubara menjelaskan dari 514 kabupaten atau kota yang ada di Indonesia, terapat 92 daerah yang tidak pernah melakukan verifikasi dan validasi DTKS sejak tahun 2015.

Sementara sebanyak 319 lainnya melakukan pembaruan data sebesar 50 persen, dan sebanyak 103 kabupaten kota melakukan pembaruan data lebih dari 50 persen.

Untuk diketahui, DTKS merupakan big data yang digunakan oleh pemerintah yang digunakan untuk menyalurkan bantuan sosial atau program-program lain terkait pengentasan kemiskinan.

 


"Jadi kalau diklasifikasikan paling parah 92 kabupaten/kota, setengah parah 319, dan yang lumayan ada 103. Ini kondisi yang kami hadapi sekarang," jelas Juliari.

Belakangan, data kemiskinan menjadi sorotan publik lantaran banyak kasus terkait penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.

Namun demikian, Juliari menilai hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebab, meski pemerintah pusat terakhir kali melakukan verifikasi dan validasi data pada 2015, di tahun-tahun berikutnya pembaruan data dilakukan pemerintah daerah.

"Memang beberapa waktu lalu dituliskan di media bahwa datanya data lama tahun 2015. Mungkin itu tidak seratus persen benar. Memang, verifikasi dan validasi terakhir yang dilakukan secara nasional adalah saat 2015 tapi bukan berarti 2015 sampai 2020 tidak ada verifikasi sama sekali," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com