Dalam transaksi saham, terdapat perilaku yang disebut herding behavior. Secara sederhana jika suatu saham sedang naik dan signifikan, akan membuat orang berbondong-bondong membeli saham tersebut sehingga jumlah investornya naik
Saham gorengan waktu sedang naik tinggi, sebelum gosong, bisa saja jumlah investornya juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Kemudian harga saham juga berpengaruh. Harga saham BBRI di kisaran 3.000an yang dalam 1 lot setara Rp 300.000. Masih terjangkau untuk sebagian besar investor. Berbeda dengan saham BBCA dan GGRM yang di level Rp 30.000-Rp 40.000, sehingga 1 lot setara Rp 3 juta–Rp 4 juta.
Baca juga: 5 Hal Ini Bisa Memotivasi Diri Untuk Menabung dan Investasi
Hal ini membuat investor bermodal kecil cenderung tidak memilih saham tersebut. Padahal secara fundamental, kedua saham tersebut dengan BBRI mungkin tidak berbeda jauh.
Momentum dimana terjadinya penurunan atau kenaikan harga yang signifikan juga berpengaruh terhadap jumlah investor.
Biasanya jika terjadi penurunan signifikan hingga menyentuh batas Auto Reject Bawah (ARA), maka kemungkinan akan menarik perhatian banyak investor untuk membeli saham tersebut. Sebaliknya juga ketika terjadi Auto Reject Atas.
Dalam pandangan praktisi, semakin banyak pemegang saham, maka harga saham tersebut akan sulit untuk dimanipulasi.
Sebaliknya jika semakin sedikit pemegang sahamnya dan terkonsentrasi pada pihak tertentu saja, maka semakin mudah untuk dimanipulasi alias digoreng.
Saham yang jumlah pemegangnya sedikit juga belum tentu semuanya saham gorengan. Terkadang ada sebagian dari saham tersebut dipegang oleh investor jangka panjang yang tidak melakukan spekulasi. Mereka membeli di harga yang sangat murah dan menunggu dengan sabar sampai saham tersebut naik signifikan.
Momentum saham tersebut naik biasanya jika terjadi turnover bisnis atau peningkatan penjualan dan laba bersih yang signifikan, yang menyebabkan sahamnya secara valuasi sangat murah atau memberikan dividend yield dalam jumlah yang besar.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyimpulkan berapa jumlah investor yang ideal untuk suatu saham.
Dengan maraknya kasus hukum investasi yang terjadi belakangan ini, tentu saja para investor harus lebih berhati-hati. Ada kalanya perusahaan yang melantai di Bursa ternyata model bisnisnya tidak selalu berhasil atau lebih parah Good Corporate Governance yang buruk sehingga akhirnya menjadi saham gorengan.
Dengan banyaknya saham yang ditransaksi di bursa ditambah dengan kenaikan harga yang tinggi dalam beberapa hari, terkadang investor awam tergoda untuk mencoba peruntungan pada saham-saham tersebut.
Ada investor yang memang sudah tahu bahwa saham tersebut fundamentalnya bermasalah, tapi menawarkan peluang keuntungan dari spekulasi jangka pendek, tapi tidak sedikit juga yang hanya ikut-ikutan saja.
Saat ini sudah terdapat notasi khusus untuk saham-saham yang bermasalah sebagai contoh di bawah ini.