“Walaupun kebijakan tersebut merupakan hak proregratif Presiden namun apa begitu mendesak perombakan tersebut. Sedangkan saat ini negara dalam kedaaan darurat nasional akibat pandemi Covid-19,” ungkap dia.
Kondisi tersebut juga membuat intervensi Bank Indonesia di pasar Valas, Obligasi dan SUN di perdagangan DNDF dan strategi bauran ekonomi yang diterapkan baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia menjadi tidak berfungsi akibat pasar terlalu condong kepada pengumuman kebijakan presiden.
Baca juga: Sri Mulyani Tambah Anggaran Kemenkes Rp 25 Triliun, untuk Apa?
“Dalam situasi seperti ini seyogyanya Presiden mengurungkan niatnya untuk reshuffle kabinetnya atau lembaga-lembaga sampai masalah pandemi virus corona bisa teratasi. Pemerintah seharusnya bisa fokus terhadap penanganan pandemi yang masih belum ada kepastiannya,” tambah dia.
Dari ekstenal, sentimen negatif juga datang dari kekhawatiran pasar akan gesekan diplomatik antara Washington dan Beijing atas kebebasan sipil di Hong Kong.
Ditambah lagi, kemarin senat AS menyetujui undang-undang terkait hukuman bank yang melakukan bisnis dengan pejabat China yang sudah menerapkan undang-undang keamanan nasional baru Beijing untuk Hong Kong.
Baca juga: Realisasi Anggaran PEN untuk Korporasi Masih 0 Persen, Ini Penjelasan Kemenkeu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.