Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dradjad H Wibowo
Ekonom

Ekonom, Lektor Kepala Perbanas Institute, Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI), Ketua Pendiri IFCC, dan Ketua Dewan Pakar PAN.

Presiden Marah soal Anggaran Kesehatan, Datanya Benarkah?

Kompas.com - 04/07/2020, 17:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MELIHAT video kemarahan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet terbatas 18 Juni 2020, reaksi pertama saya adalah, benarkah data yang beliau sampaikan? Presiden menyebut anggaran kesehatan Rp 75 triliun dan penyerapannya baru 1,53 persen.

Selain karena sangat memegang teguh sains dan data, saya bereaksi seperti itu karena pada 17 Juni 2020 malam, saya menjadi narsum di salah satu TV swasta.

Saya mengangkat isu anggaran Kementerian Kesehatan. Narasumber lain adalah staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, dan Rektor Universitas Paramadina, Profesor Firmanzah.

Saya menyebut klaim tambahan anggaran kesehatan sebagai accounting gimmick. Karena, tambahan tersebut sebenarnya dialokasikan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, yang pada tahun ini diperkirakan sebesar Rp 32 triliun.

Baca juga: Video Jokowi Marah Baru Diunggah Setelah 10 Hari, Ini Penjelasan Istana

Setelah mengontak seseorang terlebih dulu, mas Yustinus merespons dengan menyebut tambahan anggaran kesehatan Rp 75 triliun, tetapi serapannya baru 1,53 persen.

Seusai acara saya sempat mempertanyakan kebenaran data tersebut. Namun, karena waktu, diskusi kami tidak tuntas.

Jadi, ketika muncul video kemarahan Presiden, saya langsung mengaitkannya dengan laporan Kementerian Keuangan. Tapi, benarkah datanya?

Untuk mengeceknya, mari kita lihat Lampiran Perpres 54/2020. Di halaman 15 terdapat rincian belanja Pemerintah Pusat.

Untuk Kementerian Kesehatan disebut belanjanya semula Rp 57,4 triliun, berubah menjadi Rp 76,5 triliun. Ada kenaikan Rp 19,1 triliun.

Jadi, di Lampiran Perpres 54/2020 sama sekali tidak tertulis tambahan Rp 75 triliun untuk Kementerian Kesehatan, atau untuk kesehatan tanpa embel-embel kementerian.

Baca juga: Jokowi Marah dan Ancaman Reshuffle Kabinet

Saya mendapat info bahwa tambahan tersebut adanya di pos Bendahara Umum Negara (BUN).
Di Lampiran Perpres 54/2020 halaman 20 terdapat pos BUN BA 999.

Angkanya, naik dari Rp 773,9 triliun menjadi Rp 1.014,6 triliun. Pos ini mengambil 54,8 persen dari belanja Pemerintah Pusat yang naik menjadi Rp 1,851,1 triliun.

Siapakah BUN itu? Mari kita rujuk UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Pasal 7 ayat 1 UU tersebut berbunyi, “Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.” Sementara pasal 4 ayat 1 bunyinya, “Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.”

Jadi, jelas pos BUN ini kewenangannya ada pada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Kita pun bisa melihat betapa dahsyat kewenangan Menkeu dalam belanja Pemerintah Pusat, karena memegang 54,8 persen belanja. Ini tidak termasuk belanja Kementerian Keuangan di mana Menkeu berperan sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.

Baca juga: Jokowi Marah, Ini Realisasi Anggaran Penanganan Covid-19

Katakanlah, dana Rp 75 triliun itu benar ada dalam pos BUN. Kalau serapannya benar-benar hanya 1,53 persen, lalu siapa yang paling bertanggung jawab? Masa Menteri/pimpinan lembaga lain yang tidak punya kewenangan terhadap pos BUN?

Bagaimana jika anggaran Rp 75 triliun itu tidak ada di pos BUN? Terus adanya di mana? Dokumennya memakai Perpres atau ada dokumen lain? Siapa Pengguna Anggaran/Pengguna Barangnya? Mana mungkin uang Rp 75 triliun tidak jelas alokasinya.

Pada 24 Juni 2020 Presiden meneken Perpres 72/2020 sebagai perubahan atas Perpres 54/2020. Perpres ini diundangkan pada 25 Juni 2020.

Dalam Perpres 72/2020, belanja Pemerintah Pusat terdapat di Lampiran IV. Belanja Kemenkes ada di halaman 139-146, jumlahnya menjadi Rp 78,5 triliun.

Baca juga: Istana Unggah Video Jokowi Marah, Dinilai Sengaja Lempar Spekulasi Reshuffle

Jadi, kenaikannya sekarang Rp 21,5 triliun, yang di Perpres 54/2020 hanya Rp 19,1 triliun. Tapi sekali lagi, tidak tertulis angka Rp 75 triliun.

Mari kita lihat pos BUN di Lampiran V. Yang dimasukkan adalah belanja bunga dan pinjaman, hibah, subsidi, belanja lainnya, dan transaksi khusus.

Item kesehatan terdapat di sub-pos pengelolaan belanja lainnya. Nilainya? Nol. Benar, nol dari jumlah belanja lainnya sebesar Rp 463,8 triliun!

Dalam pos BUN terdapat sub-pos transaksi khusus. Di sini ada tiga item yang terkait pelayanan kesehatan. Tapi, ketiganya merupakan belanja pegawai untuk Aparatur Sipil Negara.

Baca juga: Dalam Bayang-bayang Resesi Ekonomi Global...

Jadi, tambahan Rp 75 triliun untuk kesehatan itu tidak tertulis juga dalam Perpres 72/2020. Saya juga belum menemukan angka Rp 75 triliun + Rp 57,4 triliun = Rp 132,4 triliun untuk kesehatan.

Sekarang ada penjelasan jika Rp 75 triliun tersebut tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga. Mirip seperti anggaran pendidikan.

Jika benar demikian, mengapa tidak ada rinciannya seperti Lampiran I.2 dari Perpres 72/2020? Jika tidak ada rinciannya, lalu yang menyerap 1,53 persen atau Rp 1,15 triliun itu Kementerian/Lembaga mana saja?

Jangan lupa, Perpres 72/2020 itu baru diteken enam hari setelah Presiden marah. Jadi saat Presiden marah, belum ada dasar hukum bagi menteri atau pimpinan lembaga selain Menkeu untuk memakai pos BUN.

Baca juga: Jokowi Marah, Peringatan Keras untuk Para Menteri, dan Pesan di Balik Kejengkelannya...

Karena itu, aneh jika serapan 1,53 persen itu disebut dari anggaran kesehatan di BUN.

Jadi, angka Rp 75 triliun dan 1,53 persen itu perlu diklarifikasi. Jangan sampai Presiden marah dengan data yang salah....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com