"Omzet kita memang turun 50 persen. Hal ini sebagian disebabkan oleh adanya masalah internal di perusahaan kita dan ditambah lagi dengan adanya tekanan dari pandemi," ungkapnya.
Untuk mengatasinya, Ryan pun melakukan beberapa upaya agar bisnisnya bisa sustainable.
Hal pertama yang dilakukannya adalah dengan me-repacking produk yang dijual supaya sesuai dengan daya beli masyarakat.
Ryan mengatakan, agar produk arum manisnya tetap laku dan bisa dibeli masyarakat, pihaknya mengubah ukuran kemasan yang ia jual menjadi lebih kecil, yang awalnya kemasan berisi 65 gram diubah menjadi 25 gram.
"Kenapa kami ubah menjadi sedikit? Karena kami melihat pandemi seperti ini membuat masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan pokok atau premier, sementara produk yang kami jual itu sifatnya lebih ke snacking sehingga sedikit orang yang membelinya," katanya.
Selain itu, Ryan juga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya efisiensi. Dia hanya mempertahankan para karyawan yang memiliki kompetensi serta loyalitas untuk tetap bekerja di perusahaannya.
"Memang saya putuskan untuk meng-cut beberapa karyawan yang kami anggap tidak mau bekerja. Kita juga harus menyelamatkan dari sisi organisasi dan melihat siapa yang benar-benar mau bekerja, yang memiliki loyalitas ke perusahaan, berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi," katanya.
Adapun upaya ketiga adalah dengan memanfaatkan marketplace dengan menggaet para reseller dan agen-agen area.
Cara ini menurut dia cukup berhasil. Per bulannya sebutnya, penambahan jumlah reseller selama masa pandemi bisa mencapai 200-an reseller.
Dengan bertambahnya jumlah reseller ini kata dia, mulai menunjukkan perubahan yang positif.
"Dengan melakukan cara-cara ini dan ditambah berkat adanya reseller baru, transaksi penjualan kami mulai naik. Di Juni kemarin kenaikannya mencapai dua kali lipat, dan untuk bulan ini saya optimistis juga akan naik," ungkapnya.
Baca juga: Usaha Kuliner dari Rumah, Nelam Raup Omzet Rp 2 Juta Per Hari
Sementara terkait pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah, dia mengaku tidak terlalu terganggu. Meski menurut dia, hal ini membuat beberapa reseller harus datang ke gudang JNE untuk mengambil barang yang ia kirim.
"Karena ada PSBB kemarin di beberapa wilayah, reseller kami jadi harus menjemput ke gudang JNE langsung sih, biasanya kan diantar ke rumah mereka masing-masing. Cuma memang enggak terlalu berdampak sama perusahaan," jelasnya.
Sementara mengenai kebutuhan bahan baku, Ryan mengakui adanya sedikit masalah. Bukan dikarenakan ketidaktersediaan stok, hanya saja harga untuk bahan bakunya yaitu gula, harganya relatif mahal.
Untuk menyiasatinya, Ryan harus mengorbankan sedikit marginnya untuk keluar dan menaikkan harga produknya.
"Yang biasanya harganya, misalnya Rp 13.000 per pack saya naikkan menjadi Rp 14.000. Margin saya setengah pun juga saya korbankan lah untuk menutupi biaya produksi," ucapnya.
Ryan yakin dengan upaya-upaya yang dilakukannya tersebut bisa membuat usahanya tetap bertahan di tengah pandemi ini.
Baca juga: 6 Ide Bisnis Kreatif yang Bisa Mendatangkan Banyak Rupiah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.